Minyak Sawit Tumpah di Sungai Mahakam, 100 Kg Lebih Ikan Petambak Ini Mati Mengapung

  • Bagikan
Petambak ikan di sekitar Sungai Mahakam. (Sumber:Kompas).

Mediatani – Tumpahan minyak kelapa sawit di perairan Sungai Mahakam membuat ikan-ikan milik seorang pembudidaya ikan di Samarinda, Kalimantan Timur, mati mengapung di tambak.

Petambak yang bernama Ambo Dale (36) ini menceritakan dirinya ketika baru bangun pagi pada, Sabtu (10/4/2021), mendapati ikan mas dan nila yang dibudidayakannya mati mengapung di tambak miliknya yang berada tak jauh dari rumahnya di tepi Sungai Mahakam.

“Saya kaget. Kenapa air warna oranye semua ini. Saya turun ke tambak lihat sepanjang sungai kok airnya oranye semua,” ungkap Ambo Dale dilansir dari Kompas, Kamis (15/4/2021).

Warga Kelurahan Rawa Makmur ini mengaku awalnya tidak mengetahui jika air yang berwarna oranye itu akibat dari tumpahan minyak kelapa sawit.

Tak lama kemudian, ia mendapat informasi dari warga lain bahwa sebuah kapal self propelled oil barge (SPOB) Mulia Mandiri bermuatan minyak kelapa sawit tenggelam di perairan Simpang Pasir, Palaran, Samarinda.

Lokasi tenggelam kapal tersebut hanya berjarak sekitar enam kilometer dari tempat budidaya ikan Ambo, yang terhubung pesisir sungai. Berdasarkan laporan dari Basarnas Kaltim, kapal SPOB itu tenggelam sekitar pukul 05.00 Wita, Sabtu (10/4/2021).

Hanya berselang tiga jam, minyak yang tumpah itu sudah menyebar sejauh kurang lebih lima sampai enam kilometer menuju lokasi tambak milik Ambo.

Dengan segera, Ambo Dale bersama keluarganya langsung berupaya untuk membersihkan tambak itu dengan menimbah tumpahan minyak yang masuk ke areal tambak semampunya. Minyak yang berhasil diangkat itu disimpan dalam kotak styrofoam.

Minyak berwarna oranye kemerahan itu hampir memenuhi kotak styrofoam berukuran besar, disimpan Ambo Dale di sekitar tambak miliknya itu.

“Hari pertama minyak penuh semua di sini,” tutur Ambo Dale.

Kondisi tambak di hari pertama usai kejadian, lanjut Ambo Dale, ada sekitar 100 kilogram ikan mas dan nila yang dibudidayakannya itu mati di tambaknya. Kemudian di hari kedua, ditemukan lagi sekitar 20 kilogram ikan yang mati.

Menurutnya, total nilai kerugian yang dialaminya itu ada sekitar puluhan juta. Karena selain ikan, masih ada lagi beberapa barang miliknya, seperti perahu yang juga tercemar minyak. Namun, Ambo mengaku bingung harus melapor kemana kerugian yang dialaminya tersebut.

“Kami ini tergantung pihak perusahaan. Kalau ganti rugi ya alhamdulillah. Kalau enggak ada, ya mau gimana. Kalau begini urusannya kita enggak paham. Tapi harapannya diganti. Tapi masalah lapor, kami belum melapor dan tak tahu harus melapor ke mana,” ungkapnya.

Kondisi terakhir di lokasi perairan Sungai Mahakam sudah relatif bersih dari tumpahan minyak, meski masih ada sedikit sisa tumpahan minyak yang tersisa di sekitar areal tambak milik Ambo Dale. Dia juga mengaku ikan budidayanya sudah jarang ditemukan mati.

“Kami berharap kondisi air terus membaik biar ikan enggak mati lagi,” harap dia.

Selain Ambo Dale, warga sekitar yang juga punya tambak di sepanjang tepi sungai itu banyak mengalami hal serupa. Lurah Rawa Makmur, Rudi Aries menyampaikan bahwa mayoritas masyarakat yang berada di sepanjang pesisir sungai itu berprofesi sebagai pembudidaya ikan.

“Sejauh ini hanya Pak Ambo Dale yang melapor. Makanya kami tampung laporan kerugian dari masyarakat lain,” ungkap Rudi.

Lebih lanjut Rudi menjelaskan bahwa selain mengalami kerugian ekonomi, air baku dari Sungai Mahakam ini juga digunakan oleh sebagian besar masyarakat untuk mandi, mencuci bahkan minum dan memasak.

“Jadi mereka sangat terganggu. Selanjutnya kami koordinasi dan berharap perusahaan pemilik kapal maupun minyak sawit bisa merespons kerugian warga, karena usaha tambak ini jadi mata pencarian warga sini,” kata dia.

Rudi menyebutkan bahwa terdapat sekitar 40 kepala keluarga di Rawa Makmur yang terdampak tumpahan minyak. Selain kelurahannya, kelurahan lain yang juga terkena dampak yakni Simpang Pasir dan Bukuan. Namun, ia tak mengetahui pasti total warga terdampak di dua kelurahan tersebut.

“Tapi yang lebih parah di daerah sini (Rawa Makmur),” sebut dia.

  • Bagikan