Nasib Rempah Indonesia, Masih Berjayakah?

  • Bagikan
Sumber foto: 4muda.com

Mediatani – Indonesia, yang diwarisi oleh Sang Pencipta keindahan dan kekayaan alam yang melimpah. Memiliki harta karun yaitu berupa ribuan jenis tumbuhan rempah dan obat-obatan. Sayangnya, hanya beberapa saja yang mampu Kita manfaatkan. Mengapa bisa?

Dilansir dari nationalgeographic.com, Bukti beberapa relief Candi Borobudur yang menampilkan keragaman tanaman obat, contohnya seperti lontar dan kecubung. Relief lainnya juga memperlihatkan tentang proses peracikan dan aktivitas meminum jamu. Hal ini sudah menjadi bukti bahwa rempah dan jejamuan telah menjadi warisan budaya sejak dahulu kala yang masih eksis hingga saat ini.

Terkait hal ini, Sigit Ismaryanto selaku Managing Director PT Alam Sari Interbuana yang juga sebagai pengurus Dewan Rempah Indonesia, mengungkapkan bahwa terdapat 9.600 jenis tanaman obat yang bisa digunakan sebagai bahan dasar membuat jamu. Namun, faktanya hanya sekitar lima persen yang telah dimanfaatkan.

Hal itu disampaikan oleh Sigit dalam diskusi daring International Forum on Spice Route yang digelar oleh Yayasan Negeri Rempah dengan judul, Jalur Rempah: Peluang Industri Jamu Indonesia?

Menurutnya, hal ini terjadi sebab proses budidaya yang dilakukan belum cukup profesional. Diperkirakan bahwa Sembilan puluh persen bahan baku berasal dari tumbuh­an liar, tanaman hutan atau hasil dari pekarangan. Para petani juga dinilai belum bisa menjaga kualitas dan mutu tanaman obat. Selain itu, industri tanaman obat pun belum memberikan perhatian khusus terhadap hasil penelitian ilmiah terkait.

Padahal, jamu yang berasal dari bahan rempah Indonesia ini mempunyai potensi yang sangat besar. Karena berada di wilayah tropis yang didukung tanah subur dan iklim yang sesuai, Indonesia menjadi salah satu pusat budi daya rempah dan herba dunia.

Dari total sekitar empat puluh ribu jenis tumbuhan obat yang tersebar di dunia, sebanyak tiga puluh ribu diperkirakan berada di Indonesia. Jumlah ini mewakili sebanyak 75 persen dari tanaman obat berada di wilayah Asia.

Sri Astutik sebagai peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menegaskan bahwa Indonesia masih kaya. Menurutnya, Indonesia masuk dalam negara yang kaya akan rempah.

Selain bersifat mencegah, tanaman obat juga memiliki sifat memulihkan. Para peneliti hingga saat ini masih menyelidiki terkait kemampuan jamu apakah masih bisa menjadi terapi utama di masa depan.

Terkait hal ini, Rachmat Sarwono selaku pendiri dan Direktur Utama PT Industri Jamu Borobudur mengatakan bahwa kunci utama untuk kesuksesan pengembangan produk jamu adalah dengan memanfaatkan teknologi.

Selain teknologi, kembali Sigit menambahkan bahwa menurutnya terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan potensi jamu di masa depan.

Pertama adalah standarisasi terhadap mutu berdasarkan dengan standar ekspor ke negara tujuan. Hal ini meliputi beberapa spesifikasi contohnya se­perti keber­sih­an, jumlah cemaran mikroorganisme, kadar suhu hingga ukuran partikel.

Kemudian yang kedua adalah daya telusur. Daya telusur adalah kemampuan untuk penelusuran balik atau memperoleh informasi kembali terkait asal usul seperti dimana lokasinya dan bagaimana proses dari produk tersebut yang bisa ditemukan melalui identifikasi nomor registrasi yang telah dibuat sebelumnya. Dan yang ketiga, yaitu kesinambungan pasokan agar bisa dilakukan dengan sinergitas, kemitraan dan akses pasar.

Dalam hal ini, Pemerintah juga memiliki peran penting dengan kemampuannya untuk membuat kebijakan dalam mendukung hal tersebut.

Sigit menambahkan bahwa ditinjau dari sisi perekonomian, rempah dan jamu ini sesungguhnya memiliki potensi yang besar bagi pendapatan Indonesia. Selain itu, mampu peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat dan peningkatan lapangan kerja.

“Deng­an bahan baku yang tersedia dari dalam negeri, maka jamu dinilai mampu membawa multiplier effect yang cukup signifikan dari hulu hingga hilir,” pungkas Sigit.

  • Bagikan