Mediatani – Di awal tahun 2021, Kota Mataram mencatat jumlah nelayan yang terdaftar sebagai peserta asuransi kecelakaan kerja masih sangat minim. Sebelumnya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram mengakomodir sebanyak 1.500 orang penerima subsidi asuransi, namun sampai dengan Januari 2021 ini hanya ada 315 orang peserta mandiri.
“Setelah kita selesai memberikan subsidi kepada 1.500 orang itu, kita memang mengarahkan untuk ikut yang mandiri setelah subsidinya habis. Nah, yang ikut mandiri ini baru ada sekitar 315 orang sampai sekarang ini,” ujar Kepala DKP Kota Mataram, Baiq Sujihartini, dilansir dari Suarantb, Selasa, (5/1/2021).
Baiq menerangkan bahwa ada dua kategori untuk peserta mandiri, yaitu kategori biru dengan angsuran Rp175 ribu per tahun dan kategori oranye dengan angsuran Rp140 ribu per tahun.
Jumlah batas besaran klaim yang dapat diajukan nelayan akan tergantung dari kedua ketegori yang telah ditetapkan tersebut. Selain itu, keluarga dari nelayan yang terdaftar juga dapat melakukan klaim jika terjadi kecelakaan.
“Klaimnya untuk yang biru itu dilakukan kalau meninggal misalnya bisa sampai Rp200 juta, kalau yang oranye hanya Rp160 juta,” jelas Suji.
Tidak hanya jaminan kematian, bagi nelayan yang mengalami kecelakaan saat sedang bekerja juga dapat melakukan klaim dengan besaran yang berkisar Rp10-20 juta.
Namun, asuransi nelayan tersebut memberlakukan aturan batas usia produktif bagi nelayan. Sehingga bagi nelayan yang berusia di atas 50 tahun, klaim asuransi tidak berlaku lagi.
Suji berharap, di awal tahun ini, nelayan yang mengikuti asuransi secara mandiri ada lebih banyak lagi. Mengingat nelayan selalu dihadapkan dengan risiko kerja yang cukup tinggi setiap tahunnya, apalagi saat berhadapan dengan cuaca ekstrem seperti saat ini.
“Semua nelayan kita ini adalah tulang punggung keluarga. Jadi manfaat asuransi ini sangat banyak; misalnya ketika dia melaut dan mengalami kecelakaan, keluarganya punya jaminan yang bisa digunakan untuk membuka usaha,” ujar Suji.
Suji mengatakan, selama 2017 hingga 2021, telah ada lima kali pengajuan klaim untuk nelayan yang dinyatakan meninggal di laut. Meski sebenarnya nelayan tersebut belum tentu meninggal, namun karena nelayan tersebut hilang atau tak kembali sehingga dinyatakan meninggal.
“Itu kita cairkan asuransinya sampai Rp200 juta,” lanjutnya.
Selain melakukan pencairan asuransi, keluarga nelayan yang mengalami kecelakaan juga diberikan pendampingan agar dana tersebut dapat dimanfaatkan secara produktif, seperti membuka usaha baru yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
“Kita berharap semakin banyak yang mendaftar, karena sudah banyak juga yang dilihat telah melakukan klaim. Kemarin ini ada 9 orang nelayan yang mengajukan, karena (asuransi mandiri) ini juga baru kita galakkan Kembali sejak 2019,” jelasnya.
Dirinya mengharapkan, dengan banyaknya nelayan yang menerima klaim asuransinya, maka nelayan yang lain juga mendapatkan gambaran tentang pentingnya memiliki asuransi kecelakaan kerja.
“Tiap bulannya itu ada saja 2-3 orang yang mengajukan klaim asuransi. Itu ada yang kecelakaan, kita berikan Rp10 juta, atau seperti kemarin ada nelayan yang matanya tertusuk saat melaut itu kita beri Rp20 juta,” tandasnya.
Untuk diketahui, asuransi nelayan merupakan amanat dari UUD dan UU no. 7 Th. 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri, amanat UUD tersebut diwujudkan melalui program Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN), sebagai salah satu program prioritas KKP di era Menteri Susi Pudjiastuti yang juga sejalan dengan Nawacita nomor lima yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.