Mediatani – Nelayan tradisional di Kabupaten Simeulue dibuat resah dengan adanya beberapa kapal besar dari luar Simeulue yang masuk dan beroperasi di kawasan penangkapan ikan (fishing ground) nelayan di Simeulue atau tepatnya di wilayah perairan Kecamatan Teupah Selatan.
Kapal-kapal ikan yang masuk ke wilayah penangkapan nelayan Simeulue itu memiliki bobot yang mencapai 100 gross tone (GT). Kapal besar tersebut beroperasi wilayah perairan Simeulue karena banyaknya ikan yang terdapat di kawasan itu.
Para nelayan setempat mengungkapkan bahwa, kapal ikan besar tersebut sering masuk dan melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayahnya itu saat menjelang malam hari.
“Kalau pagi sampai siang hari kapal belum terlihat di lokasi itu,” ungkap Ahmad, dilansir dari Serambi.
Kapal-kapal itu juga menangkap ikan dengan menggunakan pukat. Saat beroperasi di malam hari, mereka tampak jelas menyalakan lampu yang cukup terang. Selain itu, nelayan lainnya mengatakn bahwa jumlah kapal yang beroperasi bisa sampai 3 kapal.
Saat kapal-kapal besar itu masuk ke fishing ground nelayan Simeulue, para nelayan setempat mengaku kekurangan ruang gerak dan tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya, nelayan tradisional ini hanya mengandalkan perahu kecil untuk menangkap ikan.
“Kenapa mereka sering datang menangkap ikan, karena sekali buang pukat hasilnya berton-ton. Kalau ngak ada ikan tidak mungkin sering datang,” ujar nelayan.
Terpisah, asisten II Pemkab Simeulue yang di bidang perekonomian, Novikar Setiadi mengatakan, di kawasan tangkapan nelayan tradisonal tidak dibolehkan adanya kapal-kapal besar yang beroperasi.
Sebab, Novikar Setiadi menegaskan bahwa sudah ada aturan khusus zona penangkapan ikan bagi kapal besar. Karena itu, Pemkab maupun pihak terkait diharapkan melakukan upaya serius dalam mengawasi perairan Simeulue, sehingga nelayan tradisional tidak dirugikan.
Marak penangkapan ikan secara ilegal
Aktivitas penangkapan ikan secara ilegal memang masih marak terjadi di perairan Simeulue. Beberapa waktu lalu, sebanyak 14 nelayan di Simeulue, Aceh ditahan petugas Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Nelayan-nelayan tersebut ditahan karena menangkap ikan menggunakan alat bantu pernapasan kompresor di kawasan konservasi daerah. Kepala Seksi Pidana Umum, Romy Afandi Tarigan mengatakan pihaknya melakukan penahanan kepada 14 nelayan itu setelah menerima pelimpahan berkas perkara beserta tersangka dan barang bukti.
“Penahan ini dilakukan setelah PPNS dari Pangkalan PSDKP Lampulo, Banda Aceh bersama DKP Provinsi Aceh serta DKP Simeulue merampungkan berkas perkara tindak pidana pelanggaran perikanan dan melimpahkannya ke jaksa penuntut umum,” kata Romy Afandi Tarigan, Rabu (28/4/2021).
Barang bukti yang turut diserahkan ke jaksa di antaranya berupa dua unit perahu mesin tanpa nama, tiga unit mesin kompresor, senter selam, kacamata selam, selang, tombak ikan, serta beberapa alat selam lain.
Para tersangkanya kemudian dititipkan dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Sinabang. Mereka dikenakan Pasal 85 jo Pasal 9 jo Pasal 100B Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 yang diubah menjadi menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan jo Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHPidana.
Aktivitas ilegal lainnya juga pernah terjadi pada Februari lalu, dimana sebuah kapal nelayan KM Musara Bintang memakai alat tangkap jaring insang (terlarang) dan tak punya dokumen perizinan.
Polisi di perairan Simeulue, Aceh, kemudian menahan kapal nelayan beserta seorang nahkoda dan empat anak buah kapal (ABK) asal Sibolga, Provinsi Sumatra Utara.
“Mereka melakukan penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang (terlarang) dan diduga tidak memiliki dokumen perizinan,” ungkap Kepala Satuan Reskrim Polres Simeulue Iptu Muhammad Rizal kepada acehkini Rabu (10/2).
Selain menyita KM Musara Bintang berserta nakhoda dan ABK, polisi juga mengamankan satu kompas, tiga antena, dua GPS (Garmin 585+, onwa KP 128), satu fish finder, dan tiga telepon seluler.