Mediatani – Kepiting merupakan salah satu makanan laut yang populer, terutama bagi para pecinta seafood. Namun siapa sangka di balik rasanya yang enak, ternyata cangkang kepiting ini juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan membuat baterai.
Dikutip dari Popular Mechanics, beberapa insinyur dari University of Maryland membuat baterai berbahan seng-kitin yang mampu memproduksi energi menjanjikan dan dapat didaur ulang.
Baterai hasil olahan cangkang kepiting ini diharapkan dapat menjadi solusi di masa depan sebagai alternatif bahkan menjadi pengganti baterai lithium yang harganya mahal dan mulai langka.
Lalu, bagaimana bisa cangkang kepiting diolah menjadi baterai yang ramah lingkungan? Berikut penjelasannya dilansir dari laman cnnindonesia.com, Senin, (26/9/2022).
Mengganti lithium untuk seng cukup sulit. Pada sebuah baterai sebagai elektroda, seng memiliki tendensi yang merisaukan untuk membentuk ketakberaturan di permukaannya. Ketakberaturan itu terbentuk ketika elektron melintas dan menggelembung menjadi benjolan kecil lalu membesar atau dikenal dengan dendrites, yang mengganggu arus baterai.
Di sisi lain, kitosan atau zat turunan dari kitin, berinteraksi baik dengan air dan dapat mencegah ketakberaturan itu wara-wiri, para ilmuwan percaya zat kitin bisa digunakan untuk membuat pemisah baterai.
Untuk diketahui, kitin adalah zat tanduk setengah bening yang letaknya berada dalam rangka luar dan fungsinya sebagai kulit (pada serangga dan binatang lain, contohnya kulit lebah).
Kemudian, para ahli mengambil film kitosan yang ukurannya sebesar koin, mengguyurnya dengan seng untuk memperoleh mineralnya menempel pada film tersebut. Lalu, mereka memeras keluar film seng-kitosan itu sehingga menjadi berisi. Cara ini membuat pori-pori yang cukup besar dengan ukuran kurang lebih lima mikrometer yang membuat pergerakan ion menjadi bebas.
Agar pekerjaannya terselesaikan, anode seng ditempatkan pada separator seng-kitosan bersama dengan katode yang dibuat dari komponen organik disebut polibenzoqunonyl sulfida atua PBQS.
Setelah selesai membuat, kemudian dilakukanlah uji coba. Baterai tersebut ternyata mampu menghasilkan gelombang elektrik 50 miliamper/cm dalam waktu 4oo jam. Durasi ini hampir sama dengan baterai lithium berukuran kecil.
Tidak hanya itu, baterai dari cangkang kepiting ini diuji oleh para ahli dengan mengubur setengah bagian baterai tersebut. Hal ini untuk membuktikan berapa lama baterai tersebut bisa terurai. Setelah diuji, baterai tersebut terurai hanya dalam waktu lima bulan, waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan baterai konvensional.
Selama lima bulan itu, baterai dari cangkang kepiting tidak terurai dengan sendirinya. Sebetulnya, elektrolit di sana dibungkus dalam sel yang tertutup yang dipisahkan dari udara dan organisme. Perangkat itu bisa bekerja dalam waktu yang jauh lebih lama, kata Meiling Wu, salah satu ahli yang terlibat dalam riset ini.
Wu beserta rekannya kemudian mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal Matter. Mereka mengungkapkan keunggulan lain yang dimiliki oleh baterai cangkang kepiting ini pada makalah berjudul A sustainable chitosan-zinc electrolyte for high-rate zinc-metal batteries itu.
“Lebih jauh, kitosan-seng elektrolit ini tidak mudah terbakar dan bisa terurai. Itu membuat baterai metal-seng mengesankan dalam hal keamanan, keberlangsungan, dan menunjukkan biomaterial berkelanjutan untuk sistem penyimpanan energi yang hijau dan efisien serta menjanjikan,” tulisnya.