Mediatani – Seorang pedagang sapi di Pasar Rawabadak Koja, Jakarta Utara Otong mengatakan kalaupun dirinya menjual daging sapi dengan harga Rp 130 ribu ke konsumen itu pun baru impas tapi belum mendapat untung.
Dengan mahalnya harga daging sapi di Rumah Pemotongan Hewan daerah sekitar Jabodetabek mengakibatkan para pedagang mengeluhkan kenaikan harga daging sapi itu. Hingga akhirnya mereka pun banyak yang memilih berhenti berjualan selama tiga hari, 20-22 Januari 2021 hari ini.
“Biar mas tahu ya, harga daging sapi di RPH (rumah pemotongan hewan) Rp 90.000 itu yang untuk karkas (sudah dibersihkan dan dicabut bagian tubuh sapi selain daging). Kemudian di kita jadi Rp 98.000. Kalau kita jual sekalipun ke konsumen dengan harga Rp 130.000, itu sudah impas dan belum untung,” ujar Otong (53), salah satu pedagang di Pasar Rawabadak Koja, Jakarta Utara sebagaimana dilansir, Jumat (22/1/2021), dari situs beritasatu.com.
Dia menyebut rencana aksi mogok jualan itu berlangsung hingga Jumat (22/1/2021).
“Rencananya sampai besok, hari Sabtu sudah akan mulai jualan lagi. Semua tergantung dari pemerintah untuk menstabilkan harga di RPH. Kita jual Rp 130.000 itu sudah impas, karena ada biaya transportasi dan karyawan,” ucapnya, Kamis, (21/1/2021) dikutip dari situs berita yang sama.
Sebelum kenaikan seperti saat ini, lanjut dia, harga daging sapi berkisar pada Rp 115.000.
Harno (42), seorang kuli daging mengatakan, dengan penghentian atau mogoknya penjualan daging, maka dirinya tidak bisa mendapatkan upah kerja karena tak ada daging yang masuk untuk diproses dan juga diolah.
“Mana saat ini sedang pandemi seperti ini, kita tak ada pemasukan sehari aja orang (istri) di rumah sudah ngomel-ngomel. Makanya semoga saja ini tidak lama-lama demonya,” ujar Harno.
Seorang pedagang daging sapi lainnya, di Jalan Baru Pasar Cilincing, Hasan, menuturkan, dia sendiri sudah beberapa hari terakhir ini tidak mempekerjakan karyawannya.
“Biaya upah mereka termasuk besar, jadi sekira Rp 120.000-Rp 150.000 per hari. Makanya, kalau sedang tak beroperasi atau beraktivitas seperti sekarang ini, paling kita hanya kasih uang makan ke nasi warteg, gitu,” tutur Hasan.
Tidak hanya pedagang sapi, mahalnya daging sapi itu juga berimbas pada restoran atau rumah makan.
Ines (50) seorang penjual makanan nasi padang mengungkapkan dengan harga yang melonjak seperti saat ini, dirinya terpaksa menaikkan harga sejumlah nasi bungkus yang menggunakan bahan baku daging.
“Kalau nasi rendang yang biasa harganya Rp 17.000-Rp 18.000, sekarang harganya jadi Rp 20.000. Ya, pasti pelanggan banyak yang komplain, tapi mau gimana lagi? Karena memang harga dagingnya sedang tinggi,” kata Ines.
Sementara itu, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP) Provinsi DKI Jakarta yang berkoordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP), melalui Toko Tani Indonesia Center (TTIC) atau Pasar Mitra Tani menyediakan stok atau persediaan daging sapi beku.
Dikutip, Jumat (22/1/2021), dari situs berita Kompas.com, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DKPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati menyebutkan bahwa stok daging sapi beku itu tersedia di lima lokasi, yakni; TTIC Pasar Minggu, TTIC Rawa Sari, TTIC Pangkalan Jati, TTIC Kalideres, TTIC Klender.
Suharini mengatakan bagi masyarakat yang memerlukan daging sapi bisa membelinya pada 5 lokasi tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pengurus Daerah APDI Indonesia, Tb Mufti Bangkit menuturkan bahwa alasan utama dari aksi mogok jualan itu ialah harga daging sapi di rumah pemotongan hewan yang semakin meningkat.
Dia menjelaskan hingga saat ini harga perkilogram potongan sapi yang belum terpisah atau dipisah antar tulang dan kulitnya ialah sebesar Rp 95.000.
Harga itu tentu dinilainya terlalu tinggi untuk dijual kembali ke pasar.
“Ditambah cost atau biaya produksi, ekspedisi total sudah memakan Rp 120.000 lah. Sedangkan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah ialah Rp 120.000. Belum karyawan, belum pelaku pemotong sapinya sendiri kan harus anak istri di rumah,” ujar Mufti.
Kenaikan harga daging itu, kata dia, tidak menguntungkan para pedagang daging. Justru sebaliknya, malah membuat pedagang merugi.
Karena itu APDI memutuskan untuk melakukan aksi mogok jualan. (*)