Mediatani – Pemerintah dihimbau untuk segera mungkin melakukan pengembangan bioenergi dari bahan baku limbah pertanian atau cellulosic ethanol. Merespon hal tersebut, Tenny Kristiana selaku Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT) menyampaikan bahwa negara Indonesia ini memiliki bahan baku yang melimpah untuk bisa memproduksi cellulosic ethanol.
Dilansir dari Suara.com bahwa ditemukan ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dari bioenergi limbah pertanian ini. Contohnya adalah terjadi pengurangan pembuangan limbah, mampu menurunkan emisi gas rumah kaca hingga bisa menghemat subsidi.
“Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh ICCT, terdapat tiga puluh juta ton biomasa dari kelapa sawit yang terbuang atau sudah tak terpakai di setiap tahunnya. Sehingga, dapat diproduksi sebanyak dua miliar cellulosic ethanol per tahunnya atau setara dengan empat persen permintaan minyak per tahun di 2019 yang lalu,” kata Tenny melalui webinar Future Energy Tech Innovation and Forum, pada Hari Selasa (9/3/2021).
Tenny juga menambahkan, bahwa cellulosic ethanol ini merupakan biofuels generasi kedua yang membutuhkan sentuhan teknologi yang lebih maju dibanding dengan ethanol konvensional. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memberikan subsidi terhadap produksi cellulosic ethanol.
“ICCT memperkirakan terkait subsidi yang harus diberikan yaitu maksimal senilai Rp 7 ribu per liter. Ini sangat lebih murah jika dibandingkan dengan subsidi bioenergi lain. Bahkan masih jauh lebih murah bila dibandinkan negara lain yang telah memproduksi cellulosic ethanol yang harus mengeluarkan subsidi Rp 16 ribu per liter,” jelasnya.
Tidak hanya itu, ditemukan ada beberapa hal penting lainnya tentang mengapa pemerintah perlu mulai mengembangkan cellulosic ethanol ini. Antara lain yaitu mempermudah dalam mengurangi impor bahan bakar dan juga menekan defisit perdagangan, pengembangan industri terbaru dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan serta praktik konversi limbah menjadi energi dapat masuk dalam ekonomi sikular.
Merespon hal tersebut, Tirto Prakoso selaku Ketua SDGs Institut Teknologi Bandung menyampaikan bahwa bioenergi menjadi salah satu hal yang sangat penting terutama terhadap Indonesia. Oleh sebab itu, penggunanan energi yang diterapkan secara ramah lingkungan dinilai mampu menghindar dari kemungkinan efek bencana dari akumulasi gas rumah kaca.
“Tidak hanya itu, penerapan penggunaan bioenergi juga mampu meringankan ancaman keamanan energi yang disebabkan oleh harga minyak bumi yang semakin lama semakin meningkat serta kergantungan energi pada pihak luar negeri,” jelasnya.
Tirto juga menambahkan bahwa biomassa ini menjadi satu-satunya sumber daya terbarukan yang karakternya mirip dengan sumber daya fosil. Secara khusus, biomassa dapat menghasilkan sumber energi terbarukan dengan kualitas yang cukup tinggi.
Sebelumnya, Ropiudin selaku Peneliti dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto mengingatkan tentang perlunya pemanfaatan energi terbarukan dalam upaya mendorong peningkatan produktivitas hasil pertanian. Terlebih lagi pada sektor pertanian telah terbukti mampu menjadi sektor andalan nasional karena telah tahan banting di saat pandemi Covid-19.
Dilansir dari Antara.com, Ropiudin menyampaikan bahwa energi terbarukan yang akan dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan hasil produksi pertanian agar ke depannya lebih efisien dan juga sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan para petani,” kata Ropiudin pada Hari Rabu, 27 Januari 2021 yang lalu
Peneliti senior laboratorium teknik sistem termal dan energi terbarukan Unsoed tersebut juga menyampaikan bahwa energi terbarukan yang bisa dimaksimalkan fungsinya untuk sektor pertanian antara lain adalah angin. biogas, tenaga surya, energi mikro hidro, dan juga briket biomassa yang tersedia di seluruh wilayah pedesaan.