Mediatani – Terdeteksinya kasus flu burung di Kota Cirebon dan Cimahi pada Januari 2023 membuat pemerintah daerah di Jawa Barat meningkatkan kewaspadaan. Langkah tersebut pun dilakukan oleh Pemkab Ciamis mengingat Kabupaten Ciamis merupakan penghasil ayam pedaging terbesar kedua di Indonesia setelah Kabupaten Bogor.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikahan (Disnakkan) Ciamis Syarief Nurhidayat menyampaikan, meski belum menerima laporan adanya kasus flu burung di Ciamis, pihaknya telah mengambil sejumlah langkah untuk mengantisipasi wabah flu burung.
“Kami sudah ikut pertemuan nasional terkait kewaspadaan ancaman flu burung dengan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes,” ujar Syarief, dilansir dari Detik, Selasa (7/3/2023).
Dari pertemuan tersebut, tambah Syarief, Kemenkes mengeluarkan surat edaran tentang peningkatan kewaspadaan terhadap flu burung. Karena itu, Disnakkan Ciamis juga mengeluarkan surat edaran kepada para kepala UPTD Peternakan yang selanjutnya diteruskan kepada para peternak.
UPTD Peternakan yang terdapat di setiap daerah diminta untuk melakukan berbagai upaya, mulai dari meningkatkan penyuluhan, informasi dan komunikasi hingga edukasi kepada masyarakat peternak unggas.
Selain itu, UPTD juga mengimbau para peternak untuk segera melapor menemukan adanya unggas yang mati secara mendadak atau sakit. Laporan yang diterima kemudian akan segera ditindaklanjuti oleh Disnakkan.
Selain itu, Disnakkan Ciamis akan meningkatkan biosekuriti guna mencegah masuknya wabah flu burung ke lokasi unggas atau peternakan. Mengingat flu burung termasuk menular ke manusia atau zoonosis. Disnakkan pun berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan BPBD Ciamis.
“Kami juga membuat surat edaran untuk para peternak supaya menerapkan biosekuriti secara ketat. Termasuk juga menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat,” ucapnya.
Sampai saat ini, pendampingan penerapan biosekuriti peternakan telah dilakukan di 3 kecamatan yakni Ciamis, Cipaku dan Cijeungjing dengan total unggas yang dipelihara sebanyak 12.900 ekor.
Langkah Pencegahan
Guru Besar Ilmu Penyakit Hewan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB), IPB University, I Wayan Teguh Wibawan, menjelaskan penerapan biosekuriti ketat merupakan langkah pencegahan yang tepat untuk dilakukan saat ini.
Adapun penerapan biosekuriti yang dilakukan di peternakan seperti isolasi, sanitasi (cuci dan desinfeksi), dan control movement atau lalu lintas ternak. Hewan ternak juga harus divaksinasi menggunakan vaksin AI H5N1 yang telah terdaftar.
Menurutnya, flu burung termasuk jenis virus yang mudah bermutasi sehingga harus selalu rutin memonitor khasiat vaksin yang diberikan, apakah masih efektif terhadap virus challenge lapang.
I Wayan mengatakan vaksinasi flu burung pada ternak ayam khususnya sudah dilakukan secara berkala, baik di breeding farm dan layer komersial. Namun, vaksinasi flu burung pada ternak bebek belum semua dilakukan.
Ia mengungkapkan, di Kalimantan Selatan, ada laporan peningkatan kematian pada ternak bebek yang tidak divaksinasi. Kematian ternak tersebut disebabkan oleh virus flu burung serotipe H5N1 yang diduga subclade baru (masih diskuenzing).
Umumnya, tambah I Wayan, penularan flu burung terjadi melalui kontak langsung antara unggas sakit dengan unggas lain, melalui orang, truk, dan sarana produksi ternak yang sudah tercemar.