Mediatani – Sektor kelautan dan perikanan menunjukkan kinerja positif selama lima bulan awal 2021. Pencapaian tersebut dinyatakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Selain itu, neraca perdagangan sektor perikanan surplus hingga 1,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp27 triliun. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 3,72 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Peneliti Pusat Studi Kebijakan Indonesia (Center for Indonesian Policy Studies/CIPS), Indra Setiawan mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi neraca dagang perikanan Indonesia bisa surplus adalah produksi perikanan Indonesia secara konsisten terus naik.
Merujuk pada data statistik produksi perikanan budidaya, tangkap laut, dan perikanan tangkap Perairan Umum Daratan (PUD), kenaikan produksi terjadi dari tahun 2015-2019.
“Jika pada tahun 2015 hanya 22,31 ton, tahun berikutnya naik 22,58 ton, kemudian naik lagi menjadi 23 ton, dan pada tahun 2019 mencapai 23,67 ton,” sebut Indra Setiawan, dilansir dari Sariagri.id, Kamis (8/7).
Indra menjelaskan bahwa sektor perikanan Indonesia merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. Pada tahun 2019, sektor ini telah menyumbang sebesar 2.65 kepada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Meskipun produksi dan ekspor perikanan mengalami kenaikan, Indra menyayangkan Indonesia yang masih lebih banyak mengekspor produk non-olahan.
“Contohnya, Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar rumput laut kering. Namun, Indonesia belum mampu mengekspor produk-produk olahan dari rumput laut, ataupun hasil perikanan lainnya,” ujar Indra.
Menurutnya, untuk bisa menjadi negara eksportir produk olahan, Indonesia perlu meningkatkan investasi di sektor perikanan. Data dari BKPM, sebut Indra, investasi di sektor perikanan Indonesia hanya 0,1 persen – 0,2 persen dari total PMA dan PMDN pada tahun 2015 – 2020.
“Investasi ini diperlukan terutama untuk meningkatkan kapasitas cold storage di Indonesia,” tambahnya.
Selain peningkatan investasi, juga perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan, terutama infrastruktur. Ada 91 persen pelabuhan perikanan Indonesia yang masih tradisional dan tidak memiliki teknologi yang memadai.
Selain untuk meningkatkan ekspor, peningkatan ini perlu dilakukan agar sektor perikanan Indonesia lebih kompetitif untuk bersaing di dengan negara eksportir perikanan lainnya.
“Meskipun ekspor Indonesia terbilang besar, Indonesia tidak sekompetitif negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam,” pungkas Indra.
Tantangan produk perikanan Indonesia
Ada cukup banyak tantangan yang dihadapi produk perikanan Indonesia di dunia baik segar beku maupun olahan termasuk perikanan kaleng, diantaranya yaitu terkait tarif, food safety hingga isu illegal fishing. Seperti penolakan ikan asal Indonesia di AS dan Rusia karena adanya indikasi terkontaminasi bakteri.
Produk perikanan yang berasal dari Indonesia hingga saat ini masih kerap mengalami penolakan oleh negara tujuan ekspor. Penolakan itu dilakukan karena produk perikanan tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan negara tersebut.
Adapun beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor utama Indonesia, diantaranya adalah Amerika Serikat, Tiongkok, negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Uni Eropa, dan negara yang masuk kawasan Timur Tengah.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia saat ini terus berfokus memperhatikan resiko penolakan produk perikanan dari Indonesia saat tiba di negara tujuan ekspor. Diharapkan, kejadian pada 2020 lalu itu tidak terulang lagi hingga di masa yang akan datang.
Kepala Badan Riset Sumber daya Manusia (BRSDM KP) Sjarief Widjaja mengungkapkan bahwa kejadian produk perikanan yang ditolak tersebut diketahui setelah US Food and Drug Administration (FDA) mengumumkan data terakhir per Desember 2020.
Atas dasar itulah, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga meminta jajarannya untuk memenuhi kebutuhan para pelaku usaha perikanan agar dapat terus eksis di pasar dunia. Baik dalam pemberian pendampingan, sertifikasi, profiling potensi pasar, hingga memperkuat peran sebagai quality assurance dari produk yang dihasilkan pelaku usaha.