Mediatani – Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan pernyataan terkait food estate Humbang Hasundutan, Sumatera Utara yang dinilai gagal. Lahan pengembangan pangan skala besar tersebut dinilai belum optimal untuk digunakan menanam komoditas hortikultura.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto menjelaskan tingkat kesuburan tanah yang tidak sesuai harapan itu disebabkan karena seluruh pembukaan lahan dan pengkondisian tanah tersebut dilakukan dalam waktu yang singkat oleh timnya.
Pasalnya, pengerjaan awal megaproyek lumbung pangan itu dilakukan pada pertengahan tahun, sehingga pembukaan 215 lahan baru dan pengkondisian tanah dipercepat menjadi kurang dari enam bulan, yakni mulai Agustus hingga Desember 2020. Hal itu demi mengejar penyelesaian realisasi anggaran 2020.
“Kan memang waktunya anggaran begitu, enggak bisa loncat tahun. Jadi ya itu tanah kayak gini. What do you expect?” ungkapnya dilansir dari Tempo, Selasa (31/1).
Padahal, tambah Prihasto, butuh lebih lama hingga beberapa tahun untuk menyiapkan tanah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Alhasil, petani food estate yang menanam bawang putih pada tahap pertama dua tahun yang lalu ini mengalami gagal panen.
Salah satu petani di food estate, Irma Suryani Lumban Gaol, menceritakan gagal panen tersebut membuat para petani tidak dapat mananam kembali di musim tanam berikutnya karena kesulitan modal. Sebagian besar lahan petani pun ditinggalkan terbengkalai menjadi semak belukar.
Namun, Kementan mengklaim ada 146 hektare dari 215 hektare lahan yang dibuka untuk megaproyek food estate di Humbang Hasundutan, telah berhasil ditanam masyarakat.
Tetapi tim Tempo yang melakukan pengamatan langsung di lokasi melihat separuh lahan food estate di Desa Siria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan sudah menjadi lahan terbengkalai yang dipenuhi semak belukar.
Ketika dimintai konfirmasi soal lahan food estate yang terbengkalai tersebut, Prihasto enggan memberi komentar lebih lanjut.
“Tanya petaninyalah. Masak tanya sama kami. Itu yang saya enggak suka. Jangan ditanyakan terus sama kami, tanya sama petani,” ujar Prihasto.
Menurut Prihasto, petani hanya berdalih terkait masalah modal untuk menanam kembali lahan tersebut. Ia menekankan bahwa tak ada gagal panen dan petani rata-rata memanen bawang putih sekitar 2,7 ton pada tahap pertama.
Ia menuturkan hasil penjualan yang diperoleh petani dari 2,7 ton bawang putih dengan harga Rp 10.000 per kilogram seharusnya bisa mencukupi kebutuhan untuk mengolah lahannya kembali pada musim tanam berikutnya.
Meski demikian, Prihasto mengaku sudah mengetahui kondisi tanah seperti itu kemungkinan besar gagal panen akan terjadi, khususnya untuk tanaman hortikultura seperti bawang putih dan bawang merah.
Meski sudah mengetahui potensi gagal panen tersebut, ia menegaskan bahwa pihaknya terdesak untuk menyelesaikan merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
“Enggak ada pertimbangan lain, kami harus menyelesaikannya,” tuturnya.
Prihasto menyampaikan rekomendasi pembukaan lahan sebesar 215 hektare dan penanaman bawang putih, bawang merah, dan kentang itu dikeluarkan Kementan berdasarkan Survey Investigasi Design (SID). Namun, tambahnya, berhasil tidaknya rekomendasi tersebut tergantung apakah dijalankan sesuai dengan syarat yang Kementan ajukan.
“Jadi tetap saja walau SID mengatakan bisa (digarap), bukan seolah-olah sulap. Enggak bisa dipaksakan. Orang harus diajak belajar jalan dulu. Anakmu walaupun makanannya bagus-bagus apa bisa langsung bisa lari? Itu lah analoginya,” ucap Prihasto.