Mediatani – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) mendorong warga untuk mengembangkan budidaya perikanan dengan sistem bioflok.
Inovasi budidaya perikanan ini dinilai cocok dikembangkan di Ibu Kota karena tidak memerlukan lahan yang luas dan air yang digunakan bisa lebih efisien. Teknologi budidaya ini juga telah berhasil diterapkan untuk perikanan air tawar yang menjadi sumber pangan yang berprotein tinggi.
Mengutip jurnal Estu Nugroho dari Pusat Riset Perikanan LIPI pada 2019, produk perikanan air tawar layak dikembangkan karena merupakan salah satu sumber protein yang dapat dihasilkan dalam jumlah massal dan dalam waktu yang cukup cepat.
“Sistem bioflok diharapkan menjawab tantangan terbatasnya lahan Jakarta, kualitas air yang kurang dan biaya pakan tinggi khususnya lele,” ujar Kepala Bidang Perikanan Dinas KPKP DKI Eny Suparyani dalam dikusi urban fish farming di Jakarta, Kamis (16/9).
Menurut dia, sistem perikanan tersebut belum banyak diterapkan di daerah Jakarta, dimana saat ini baru diterapkan di dua wilayah yakni Jakarta Selatan dan Jakarta Timur salah satunya di Penggilingan, Kecamatan Cakung.
Kadis Eny berharap pengembangan budidaya perikanan dengan sistem bioflok ini dapat mendukung ketahanan pangan keluarga di perkotaan atau bahkan mampu menambah pendapatan ekonomi masyarakat.
Sementara itu, Akademisi dari Departemen Budi Daya Perairan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Julie Ekasari menjelaskan pengembangan teknologi biofok dapat dilakukan untuk berbagai jenis ikan, mulai dari lele, nila, gurami, hingga udang.
Pengembangan sistem itu, lanjut Julie, limbah dapat didaur ulang dalam sistem akuakultur atau budidaya perikanan baik untuk ikan air tawar maupun udang.
Dia menjelaskan jika limbah yang berasal dari sisa pakan maupun kotoran dibiarkan dalam kolam atau media pemeliharaan, maka akan menimbulkan kualitas air yang buruk bahkan mengakibatkan kematian ikan.
Agar kebersihan media pemeliharaan tetap terjaga, perlu dilakukan pergantian air secara rutin. Namun, cara ini tentunya akan menambah biaya yang akan dikeluarkan.
Karena itu, sistem bioflok ini diterapkan karena mampu untuk mengubah mikroba menjadi protein yang dimanfaatkan lagi untuk pertumbuhan ikan.
“Kebanyakan limbah yang terbuang dalam bentuk ammonia. Amonia ini dikonversi menjadi mikroba bioflok dalam bentuk protein yang bisa dimanfaatkan kembali ikan dengan menyeimbangkan rasio karbon dan nitrogen dalam air,” terang Julie.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, tambah Julie, ada sejumlah manfaat dari sistem bioflok ini, diantaranya tidak perlu melakukan pergantian air yang rutin karena limbah nitrogen yang terbuang menjadi rendah.
Kemudian, organisme budidaya yang dipelihara bisa kembali memanfaatkan limbah nitrogen dan nutrisi yang berasal dari pakan.
Selain itu, lanjut Julie, penggunaan pakan bisa menjadi lebih efisien dan ikan memiliki imunitas yang tinggi sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit.
“Keberadaan mikroba bioflok menekan patogen terutama bakteri yang berkontribusi meningkatkan kesehatan ikan,” ucapnya.