Perjuangkan Nasib Nelayan di WTO, KKP Minta Subsidi Nelayan Kecil Tidak Dihapuskan

  • Bagikan
Sumber foto: https://nasional.tempo.co/

Mediatani – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperjuangkan nasib nelayan kecil pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-12 World Trade Organization (WTO) yang dilaksanakan pada 12-16 Juni 2022 di Jenewa, Swiss.

Setelah sempat molor karena belum bulatnya suara dari para perwakilan negara, Konferensi tersebut melahirkan Perjanjian Subsidi Perikanan (Agreement on Fisheries Subsidies) untuk menghapus subsidi perikanan yang menyebabkan IllegalUnregulatedand Unreported Fishing (IUUF).

“Perikanan yang berkelanjutan menjadi titik pijak bagi Delri (Delegasi RI) dalam perundingan subsidi perikanan di WTO ini,” ungkap Sekretaris Jenderal KKP, Antam Novambar yang juga sekaligus pimpinan delegasi KKP pada KTM ke-12 WTO tersebut pada Minggu, (19/6/2022).

Antam menuturkan, perjanjian ini adalah hasil dari proses negosiasi panjang yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia bersama dengan negara-negara anggota WTO sejak tahun 2001.

Salah satu misi yang diusung Pemerintah Indonesia dalam setiap perundingan tersebut yaitu memperjuangkan nasib nelayan kecil agar mereka masih memperoleh perlindungan pemberian subsidi dari pemerintah.

“Melalui perundingan ini negara menunjukkan kehadirannya dalam melindungi nelayan. Kami memperjuangkan agar nelayan kecil masih diperbolehkan memperoleh subsidi,” ucap Antam.

Lebih lanjut, Antam menjelaskan, selama perundingan yang berlangsung lebih dari dua dekade ini, Indonesia tetap konsisten untuk memperjuangkan perikanan nasional khususnya pada nelayan skala kecil.

Selain itu, Indonesia juga mendukung kebijakan penangkapan ikan terukur melalui implementasi pengelolaan perikanan berkelanjutan dan efektif (fisheries management) dan menghentikan pemberian subsidi oleh negara-negara besar (big subsidizing members) untuk penangkapan ikan di luar wilayah yurisdiksi (distant water fishing activities).

Demi mengawal kepentingan tersebut, KKP berkolaborasi erat dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Perutusan Tetap RI di Jenewa.

Selain itu, pada berbagai kesempatan, Delri selalu menyampaikan agar perjanjian yang telah disepakati menjadi platform yang bisa diimplementasikan secara efektif, adil, dan seimbang (effective, fair, and balanced).

Hal itu sesuai dengan mandat perundingan WTO agar masing-masing negara anggota dapat berperan dan bertanggung jawab sesuai dengan kapasitasnya dalam pemberian subsidi perikanan.

Sebagaimana diketahui, tingkat efektivitas, keadilan, dan keseimbangan ini selalu menjadi titik perdebatan dalam perundingan terkait dengan subsidi perikanan, terutama antara kelompok negara maju (developed countries), negara berkembang (developing countries), dan negara kurang berkembang (least developing countries).

Antam menerangkan, pada pertemuan KTM ke-12 ini, negara anggota WTO baru mencapai kesepakatan atas isu yang terkait dengan IUU Fishing and overfished stock. Sementarai itu, isu lain seperti pilar overcapacity and overfishing baru akan dibahas lebih lanjut pada KTM ke-13 yang rencananya akan dilaksanakan pada Maret 2023 mendatang.

Dia juga mengatakan, KKP selaku kementerian yang bertanggung jawab atas sektor kelautan dan perikanan akan terus memperjuangkan kepantingan nasional terutama perlindungan dan pemberdayaan terhadap nelayan kecil, perlindungan sumberdaya ikan dan meningkatkan daya saing produk perikanan nasional di pasar global.

Upaya melindungi nelayan dan menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan senantiasa diupayakan oleh KKP di era kepemimpinan Menteri Sakti Wahyu Trenggono.

Sebelumnya, Menteri Trenggono juga menyampaikan kepada jajarannya agar menjadikan ekologi sebagai pondasi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan demi mewujudkan keseimbangan sosial dan ekonomi.

  • Bagikan