Mediatani – Momentum datangnya bulan Ramadan dan Lebaran tak lama lagi akan tiba. Pada periode tersebut, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) meyakini bahwa permintaan pakan ternak di Indonesia akan meningkat.
Menurut Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Desianto Budi Utomo, bahwa kebutuhan terhadap pakan ternak akan meningkat sekitar 20% pada saat bulan puasa dan lebaran. Olehnya itu, dia menyarankan agar para produsen pakan ternak mesti bisa mengantisipasi hal tersebut.
“Para pelaku usaha yang menjadi anggota GPMT harus mempersiapkan ketersediaan bahan baku pakan ternak hingga 20% untuk antisipasi permintaan yang juga tumbuh sebesar itu,” ungkap dia, Minggu (7/3/2021) yang dikutip mediatani.co dari situs kontan.co.id.
Secara umum, lanjut dia, GPMT memprediksi produksi pakan ternak nasional dapat tumbuh di kisaran 5%–6% pada tahun 2021. Hal ini dengan catatan bahwa program vaksinasi Covid-19 dapat berjalan lancar sehingga hambatan industri pakan ternak di masa pandemi bisa diminimalisasi.
Desianto menuturkan bahwa produksi dan penjualan pakan ternak di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh permintaan terhadap daging ayam. Terlebih lagi, porsi pakan ayam mencapai 90% dari total pakan ternak yang diproduksi.
Hal ini cukup wajar mengingat ayam merupakan sumber protein hewani yang paling digandrungi seantero global, termasuk di Indonesia. “Kontribusi konsumsi ayam mencapai 65% dari total sumber protein hewani lainnya,” pungkas dia.
Sementara itu, sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mendorong para peneliti dan perguruan tinggi untuk menghasilkan inovasi pakan ternak yang berasal dari rumput laut maupun limbah sawit. Langkah ini dikatakannya, dalam upaya mencapai kedaulatan pakan ternak di Indonesia.
Sebagaimana dikutip mediatani.co Sabtu (6/3/2021), dari situs republika.co.id, Arif Satria dalam webinar tentang pakan yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (4/3/2021) menuturkan bahwa ketersediaan pakan saat ini masih menjadi persoalan di industri peternakan. Sebagian besar bahan bakunya sendiri masih impor, sementara kebutuhannya sangat krusial.
Dia mengatakan bahwa komponen pakan ternak merupakan salah satu komponen paling besar dalam industri peternakan dan budidaya. Arif memberi contoh, misalnya, pada budidaya perikanan komponen pakan mengambil porsi 60 persen dari biaya produksi.
“Pakan ternak ini sesuatu yang sangat penting, memiliki andil yang sangat besar. Kalau pada budidaya perikanan 60 persen komponennya adalah pakan, begitu juga di peternakan, komponen itu pun sangat besar sekali. Oleh karena itu kita cari alternatif pakan dengan kualitas tinggi dan juga harga yang terjangkau,” kata dia, menjelaskan.
Arif mengungkapkan bahwa hasil penelitian terbaru dari Amerika Serikat pula menyebutkan bahwa komoditas rumput laut bisa dijadikan sebagai sumber pakan ternak alternatif.
Menurutnya, potensi rumput laut menjadi pakan ternak itu harus diteliti lebih dalam lagi oleh para peneliti dan perguruan tinggi di Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan pakan.
Dia menyebut, Indonesia berpotensi memiliki sumber alternatif pakan ternak yang murah. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara produsen rumput laut terbesar di dunia.
Pada saat ini saja, produksi rumput laut dari Indonesia sebagian diimpor untuk kebutuhan pangan dan juga kosmetik, namun belum dikembangkan untuk kebutuhan pakan ternak.
“Rumput laut salah satu opsi yang patut dipertimbangkan untuk menjadi pakan. Butuh riset lebih mendalam, dan itulah pentingnya peran perguruan tinggi untuk didorong membuat riset yang menghasilkan material baru untuk support kedaulatan pakan,” kata Arif.
Selain rumput laut, Arif pula menyebutkan bahwa limbah kelapa sawit pun dapat diolah menjadi bahan baku pakan ternak dan gula. Baca selengkapnya di sini. (*)