Mediatani – Petambak udang vaname di Pantai Samas mengaku belum pernah mendapatkan bantuan pengembangan kapasitas dari instansi terkait, baik itu bantuan secara teknis maupun pengetahuan.
Salah satu petambak yang mengungkapkan hal itu adalah Eko Susanto. Menurut Eko, melihat kondisi petambak udang yang ada di Pantai Samas, mereka sangat butuh bantuan modal dan peralatan maupun pengetahuan tentang pengendalian penyakit udang.
“Belum ada bantuan permodalan. Harapan yang diinginkan peternak adalah satunya bantuan modal itu kalau bisa diberikan,” tutur Eko dilansir dari Jogjapolitan, Minggu (21/3/2021).
Eko menyebut ada beragam bantuan alat yang diperlukan oleh para petambak dalam membudidayakan udang, mulai dari kincir air, alat pengukur kadar oksigen, alat pengukur pH dan beberapa piranti lainnya.
“Yang dibutuhkan peternak itu alat, ya kincir, disel air. Kalau oksigen memenuhi enggak apa-apa, di sini kan untuk alat kurang,” ujarnya.
Eko mengungkapkan selama ini ia tidak memiliki alat untuk mengukur kadar garam, sanitasi air, dan pH air. Ia mengaku selama ini hanya sering meminjam alat tersebut ke berbagai instansi.
Menurutnya, para petambak perlu mendapatkan sosialisasi mengenai penggunaan obat atau cara pengendalian penyakit terbaru. Selain itu, untuk mendapatkan obat untuk udang juga dianggapnya cukup susah, karena ia harus membelinya sampai Purworejo atau Congot.
“Jelas kan kita soal obat beli, di sini pun enggak ada harus ke Purworejo atau Congot. Enggak ada sosialisasi kalau udang kena penyakit ini harus diapain, obatnya apa. Selama ini cuma getok tular dari teman-teman peternak penyakit ini harus dikasih obat ini,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DIY, Krisma Eka Putra menjelaskan bahwa tambak udang termasuk sebagai salah satu aspek perikanan budidaya. Namun tak jarang tambak udang mendapat kesan kumuh, parsial dan tidak tertata.
Dia menerangkan bahwa pihaknya sedang membangun suatu konsep agar tambak-tambak parsial yang berada di wilayah pesisir bisa berada di dalam satu tempat, dimana limbah yang dihasilkan akan dikelola dalam satu tempat.
“Dikelolanya satu, terus nanti proses tebar, proses panen, lalu teknologinya itu kita bisa kelola dengan baik di satu tempat,” terang Krisma.
Adapun konsep yang disampaikannya itu disebut translokasi udang berbasis budaya. Krisma mengaku telah menyerahkan konsep tersebut ke Bupati Bantul dengan gambaran umum dan teknis pelaksanaannya.
Ia juga mengatakan telah melakukan koordinasi dengan Pemda DIY dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan DIY dan Paniradya Kaistimewan. Sebab, menurutnya, konsep tersebut mendukung visi misi Gubernur DIY menyongsong peradaban Samudera Hindia.
Untuk perikanan budidaya, lanjut Krisma, konsep ini akan diterapkan di Kapanewon Sanden. Dalam pembuatan desainnya, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY di wilayah Kapanewon Sanden.
“Ini semua sudah siap, tapi kan kita memang harus melaksanakan proses birokrasi seperti apa yang seharunya, tapi prinsip semuanya sudah siap,” imbuhnya.
Perlu diketahui, Pantai Samas Kalurahan Srigading Kapanewon Sanden Kabupaten Bantul sudah tidak begitu diminati lagi sebagai lokasi tujuan wisata. Salah satu sebabnya karena pantai ini sulit bersaing dengan objek wisata baru yang terus bermuncul.
Namun, perputaran ekonomi di wilayah Pantai Samas tidak pernah berhenti. Sebab, kawasan tersebut kini menjadi pusat tambak udang vaname. Saat ini telah terdapat 20 tambak udang di sekitar Pantai Samas, meski belum semua tambak tersebut ditebari benih udang karena berbagai faktor.