Mediatani – Salah seorang petani asal Desa Bukit Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kertanegara, Hartono, terpaksa harus menerima kenyataan pahit karena sawah yang dikelolanya tergenang air dalam sepekan terakhir.
“Itu semua padi terendam banjir,” ungkap Hartono, dilansir dari kepada Kompas, Selasa (1/12/2020).
Bukan hanya sawah miliknya, ratusan lahan sawah seluas 500 hektar milik 18 kelompok tani di Desa Bukit Raya itu semuanya terendam banjir kala hujan deras mengguyur desa tersebut. Padahal, 400 hektar dari area tersebut merupakan lahan produktif petani.
Menurutnya, genangan air tersebut baru bisa menyusut dalam waktu sepekan sampai dua pekan lamanya. Akibatnya, padi yang baru tumbuh itu membusuk karena terlalu lama terendam banjir, sehingga membuat para petani merugi. Mirisnya, kondisi tersebut telah dialami sejak 2006.
Bencana itu diduga akibat adanya pembukaan lahan untuk pertambangan batu bara, perkebunan dan industri lain yang ada di sekitar desa itu. Selain itu, terendamnya sawah warga itu juga disebabkan karena luapan Sungai Pelajuan yang ada wilayah tersebut.
“Ini (Banjir) bikin kami gagal panen. Pernah 2006, ketinggian banjir sampai-sampai kita tunduk mau ambil padi, mulut kita sudah kena air,” tutur pria yang juga merupakan Kepala Desa Bukit Raya ini.
Biasanya, hasil panen dalam satu hektar lahan sawah itu, bisa sampai empat ton dalam satu tahun untuk dua kali panen. Namun, akibat banjir terus merendam sawah, para petani jadi gagal panen dan kerugiannya bisa mencapai ratusan juta.
“Banjir ini keluhan utama petani. Apalagi kalau hujan terus,” terangnya.
Petani lain, Harjo Wikarto juga menyampaikan hal yang sama. Dia mengaku akibat gagal panen, kebutuhan keluarga menjai terganggu termasuk biaya sekolah anaknya. Oleh karena itu, pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini berharap agar pemerintah daerah dapat bertindak mengatasi persoalan banjir yang dialami.
Menanggapi keluhan petani tersebut, Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Muhammad Samsun mengatakan tahun ini akan dilakukan kegiatan optimalisasi lahan pertanian untuk mengatasi masalah banjir yang selalu terjadi di desa tersebut.
“Kita sudah siapkan dana Rp 2,5 miliar untuk pembangunan irigasi, pintu air, jembatan dan tanggul penghambat air. Proyeknya sudah siap lelang,” ungkap Samsun yang saat meninjau persawahan warga yang banjir.
Ia juga berharap dapat mengatasi keluhan warga tersebut. Maka dari itu, ia berharap proyek itu nantinyan mampu memberi manfaat bagi masyarakat yang ada di sekitar wilayah itu.
Selain berdampak pada Desa Bukit Raya, banjir tersebut juga terjadi di lima desa transmigrasi warga dari Pulau Jawa yang bermukim di sekitar wilayah tersebut. Desa-desa itu, yakni Karang Tunggal, Manunggal Jaya, Tanjung Batu, Loa Lepu, dan Bangun Rejo.
“Dalam waktu dekat proyek itu berjalan. Semoga dengan kegiatan ini membuat aliran air bisa lebih lancar ke Sungai Pelajuan yang ada di sekitar enam desa tersebut,” terang dia.
Samsun menambahkan, hal yang juga perlu dilakukan yaitu normalisasi Sungai Pelajuan yang berada di desa tersebut. Sebab, sungai itu sering meluap dan menggenangi sawah dan permukiman warga jika air pasang saat hujan.
“Itu jadi PR (pekerjaan rumah) kita. Tapi kewenangan sungai itu ada di Badan Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan. Makanya nanti kami koordinasi agar kegiatan BWS bisa masuk ke sana,” terang dia.
Samsun tak memungkiri bahwa sejauh ini dukungan optimalisasi pertanian masih kurang menyentuh di kawasan tersebut. Padahal, persawahan dari enam desa tersebut, luasnya mencapai 2.000 hektar.
Maka dari itu, Samsun meminta kepada pemerinah daerah untuk memberikan perhatian khusus sebagai upaya mendorong ketahanan pangan. Terlebih, bakal pindahnya ibu kota baru ke Kaltim yang membuat Kutai Kertanegara juga perlu melakukan persiapan itu.
Perlu diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, total produksi padi di Kutai Kertanegara pada 2018 sebanyak 144.048,49 ton turun pada 2019 jadi 121.202, 53 ton. Kemudian, total produksi beras pada 2018 sebanyak 83.356,81 ton. Lalu pada tahun 2019, total produksi turun jadi 70.136,52 ton.
Meski mengalami penurunan, namun angka produksi padi dan beras di Kutai Kertanegara terbilang unggul jika dibandingkan dengan sembilan kabupaten dan kota lain yang ada di Kaltim. Sehingga, Kutai Kertanegara masih sebagai wilayah lumbung padi di Kaltim.