Mediatani – Para peternak ayam petelur di Blitar Raya memprotes penerbitan surat edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang berisi pemangkasan pembibitan ayam pedaging.
Melansir, Sabtu (12/6/2021) dari Kompas.com, mereka menilai surat edaran bertajuk pengendalian stok ayam ras pedaging dan diterbitkan pada 3 Juni itu berimbas pada turunnya harga telur di pasaran.
Penurunan harga terjadi karena telur fertil yang akan ditetaskan sebagai bibit ayam pedaging yang seharusnya dimusnahkan mengalir secara ilegal ke pasar dan menekan harga telur ayam.
Puluhan perwakilan berbagai kelompok peternak ayam petelur yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Peternak Rakyat menyampaikan protes terkait surat tersebut ke Kantor Pemerintah Kabupaten Blitar, Kamis (10/6/2021), lalu.
Para peternak datang membawa berbagai spanduk dan poster. Namun setalah berembug dengan petugas keamanan, agenda unjuk rasa berbelok menjadi audiensi dengan Bupati Blitar yang diwakili oleh asisten bidang ekonomi Tutik Komariyati dan Kepala Dinas Peternakan Adi Andaka.
“Baru sekitar sebulan kami mulai merasakan bantuan pemerintah berupa turunnya harga jagung pakan ternak, sekarang ada kebijakan yang sebenarnya juga persoalan klasik yang terus diulang,” ujar Suryono, salah satu ketua kelompok peternak ayam petelur Blitar di lokasi, Kamis (10/6/2021), melansir dari situs yang sama.
Suryono kemudian menunjukkan salinan surat edaran tersebut dan berapa jumlah telur bibit ayam pedaging yang harus dipotong dari siklus penetasan pada Juni untuk mengendalikan pasokan daging ayam pada Juli.
Surat edaran itu menyebutkan bahwa potensi produksi bibit ayam pedaging pada Juni sekitar 278 juta ekor. Sedangkan kebutuhan hanya sekitar 226 juta ekor.
Maka dari itu, terdapat potensi kelebihan bibit ayam pedaging sebanyak 52 juta ekor. Karenanya, menurut surat edaran itu, harus dilakukan pemotongan 50 juta butir telur yang akan ditetaskan pada Juni.
Suryono menuturkan, pemangkasan produksi bibit ayam pedaging selalu berimbas pada penurunan harga telur ayam yang merugikan peternak. Tidak hanya di wilayah Blitar, tapi pula di seluruh indonesia.
“Sebelum keluar surat edaran itu, harga telur di kandang kami sekitar Rp22.500 per kilogram. Begitu keluar surat edaran itu, harga telur langsung terkoreksi menjadi Rp21.000. Hari ini, harga telur di kisaran Rp20.000 per kilogram atau kurang,” jelasnya.
Kini, lanjut Suryono, harga telur ayam sudah di ambang batas bawah harga pokok produksi (HPP). Para peternak, ujar dia, yakin bahwa harga telur akan terus turun selama sebulan ke depan jika surat edaran itu tidak dicabut.
Surat edaran itu ditujukan kepada perusahaan-perusahaan pembibitan ayam pedaging atau produsen DOC.
Perwakilan peternak ayam petelur yang lain, Rofi Asifun, mengungkapkan, sebenarnya persoalan ini lebih kepada pelanggaran dalam pelaksanaan pemotongan produksi sesuai surat edaran.
Jutaan butir telur calon bibit ayam pedaging yang terkena pemangkasan produksi bibit ayam, sebutnya, seharusnya tidak masuk ke pasaran.
Namun praktiknya, jutaan telur itu mengalir ke pasar telur secara ilegal karena pengusaha pembibitan ayam pedaging tidak mau rugi.
Masalah berlanjut karena telur bibit ayam pedaging itu dijual di bawah harga di pasaran, yakni Rp16.000 hingga Rp17.000 per kilogram.
“Yang kami tahu setiap ada kebijakan pemotongan produksi bibit ayam pedaging, harga telur di pasar jatuh. Maka yang kami lakukan adalah memrotes kebijakan itu,” ungkapnya.
Para peternak, kata dia, sebenarnya sadar kebijakan tersebut tidak berpengaruh pada harga telur di pasar jika telur bibit ayam pedaging tidak “bocor” ke pasar telur.
Namun, para peternak ayam petelur tidak tahu harus melayangkan protes ke siap terkait mengalirnya telur ayam pedaging ke pasar.
Para peternak ayam petelur menduga ada permainan antara perusahaan pembibitan ayam pedaging dengan pihak tertentu yang selalu mendapatkan keuntungan dari kebijakan pemangkasan produksi bibit ayam pedaging.
Suryono dan Rofi berjanji akan kembali melakukan protes jika kebijakan yang membelit peternak ayam petelur tersebut tidak segera dicabut.
Provinsi Jawa Timur memang merupakan produsen telur ayam terbesar di tingkat nasional, di dalamnya, Kabupaten Blitar adalah produsen telur ayam terbesar. (*)