Mediatani – Setelah memberikan kisah inspiratif, selanjutnya Syaharuddin Alrif juga memebeberkan mengenai hitung-hitungan tentang budidaya tanaman porang.
Seperti apa peluang bisnis porang dan hitung-hitungan keuntungan porang?
Saya diberi amanah jadi ketua umum perhimpunan pengusaha ekspor dan perkebunan Porang di Indonesia. Alhamdulillah masyarakat di Bulukumba, Takalar, Sidrap, Pangkep pegunungan masyarakat sudah tanam Porang, karena dia tumbuh liar di sana.
Soal hasil usaha tani satu hektar bisa dapat bersih Rp270 juta itu di luar kurangi biaya produksi 70 juta perhektar, sehingga betul-betul. Pasarnya tidak usah khawatir, karena lima pabrik masih kewalahan bahan baku.
Berbeda komoditi lain, karena ini ada pabrik baru kekurangan. Pasar lahan, juga tidak pilih-pilih lahan. Di Sulsel Luwu, cengkeh, lada, kopi, ditanam di bawahnya, itu tidak ada masalah.
Mengenai Porang, datanglah belajar manfaatkan lahan tidur supaya anak muda di Sulsel ini ada keinginan buka lapangan kerja di masing-masing desa, agar Porang jadi komoditi.
Cuma memang belum terlalu masif, di beberapa kabupaten Sulsel sudah banyak yang melakukan, ada 16, untuk periode masa tanam 2020 ke 2021 nanti 2021 ke 2022 saya yakin lebih banyak lagi yang menanam.
Siklus panen dalam setahun berapa kali?
Delapan bulan masa panen, ditanam dari bulan 7, 8,9,10,11, 12. Terserah masa tanamnya, cuman panennya 8 bulan. Dua kali panen, panen bibit di bulan kelima, kemudian panen di bulan delapan itu panen umbi.
Di Sulsel saya sudah keliling diundang ke Surabaya, Jogja, Gubernur Sultra, di luar dugaan jadi viral jadi ikon buat saya. Industrinya, hulu, persiapkan dengan matang, karena harapannya masyarakat ada tambahan lompatan pendapatan.
Misalnya di daerah, perhatikan mereka landai-landai, karena kebiasaan padi dan jagung, kelola perkebunan tradisional. Beda dengan pola produksi, tapi pola konsumsi.
Tanam durian 10 batang, tanam rambutan 10 batang, hanya cukup untuk dikonsumsi, yang kami dorong masyarakat satu hekter ada satu komoditi yang jelas sehingga pendapatan masyarakat bisa bertambah.
Bagaimana antur waktu antara wakil rakyat dan petani Porang?
Jika orang berpikir, selama ini urus Pertanian adalah orang pensiun, tapi kalau saya berpikir, apalagi sebagai wakil rakyat, saya harus punya legacy baik di kantor DPRD maupun di masyarakat umum.
Saya mau jadi anggota dewan yang tidak biasa-biasa. Kalau ada aspirasi ditindaklanjuti berhasil, itu standar, sudah dilalui.
Jadilah anggota dewan luar biasa yakni mampu hadir, baik setelah pemilihan selalu hadir beri contoh ke masyarakat. Saya mau dorong masyarakat banyak, kalangan petani ini mau saya dorong.
Tentu pembagian pekerjaannya bagaimana bisa, saya memang dari kecil di pondok pesantren DDI Kabalangan, dilatih mandiri SD dan SMP dikasih lahan oleh ustaz guru untuk ditanami. Dari situ saya bikin sayur, cobek-cobek dari hasil tanam.
Kini, karena hobi dari kecil jadi wakil rakyat betul-betul mau lakukan itu untuk jadi pendorong penambah pendapatan bagi masyarakat.
Atur waktunya, biasanya Senin sampai Jumat itu di Makassar dan Sabtu Minggu saya di Sidrap, atau keliling Sulsel lihat kondisi masyarakat yang sudah melakukan budidaya Porang.
Saya keliling Sulsel bahkan diundang ke beberapa daerah Sulsel karena jadi ikon di seluruh Indonesia. Tentu saya berpikir suatu nanti saya akan berhenti jadi anggota dewan, saya harus tinggalkan legacy, tinggalkan jejak bekas yang dirasakan masyarakat banyak.
Berjuang seperti ini karena saya jadi wakil rakyat mewakili petani, banyak suara saya dari petani, itu yang mau saya tinggalkan, tentu tidak biasanya orang melakukan.
Kemarin hari Minggu saya masih di kebun, hari ini karena acara resmi kita pakai pakaian begini, kalau di kebun ya pakai pakaian petani juga. Terlepas dari itu ini gaya dan karakter yang buat sebuah program membumi di masyarakat
Enak mana jadi wakil rakyat atau petani Porang?
Sama-sama ada nikmatnya lah, kita rasakan sebagai pimpinan DPRD, dan bagaimana ada di bawah bersama petani, supaya ada balance, kita ada di bawah, di atas, kita bisa introspeksi diri, muhasabah diri. Kita tidak boleh ria harus tawaduh.
Suatu saat saya berhenti jadi wakil rakyat, tidak boleh kita terlena untuk siapkan agenda pada masyarakat. Nanti masa jabatan saya berakhir tidak ada bisa diceritakan.
Khususnya di Sulawesi Selatan dan dapil saya. Karena ini saya sudah beberapa provinsi diundang pastilah membekas.
Itu bedakan soal wakil rakyat dan petani. Karena pengalaman saya sebagai aktivis, mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel, mantan Sekretaris jenderal pemuda Muhammadiyah Indonesia, Wakil Ketua KNPI Sulsel, HIPMI, HIPMI.
Gabung pengalaman sebagai pengusaha, politisi, aktivis, santri, gabungan ini buat bagaimana bekerja ada sesuatu yang berbeda beri manfaat bagi orang banyak, dan membekas dan membumi. (*)