Mediatani – Untuk memenuhi permintaan ikan segar di pasar lokal, Pemerintah Qatar berencana untuk melakukan perluasan area budidaya ikan. Sebab, perubahan iklim terus mengurangi stok ikan pada perairan lepas pantai Teluk.
Pada umumnya, ikan yang berada di Teluk kebanyakan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan suhu air yang lebih tinggi. Namun, hal yang berbeda terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dimana frekuensi dan cakupan pemutihan terumbuh karang menjadi semakin luas.
Pedro Range, Asisten Profesor Riset di Universitas Qatar mengungkapkan bahwa pemutihan terumbuh karang telah membuat wilayah itu berada pada risiko hilangnya ekosistem keanekaragaman hayati dalam beberapa dekade mendatang.
Terumbu karang telah mengalami kerusakan akibat pemanasan global, ditambah dengan aktifitas penangkapan ikan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan 30 persen potensi tangkapan ikan di Qatar pada akhir abad ini akan mengalami penurunan.
“Terkait perubahan iklim, sayangnya tindakan yang dapat kami lakukan dalam skala lokal tidak relevan. Yang bisa kami lakukan adalah mengendalikan tekanan lokal yang berinteraksi dengan perubahan iklim, dalam hal pengendalian stok perikanan dan ketersediaan habitat.” jelasnya
Pada November 2020, untuk pertama kalinya Qatar meluncurkan proyek akuakultur lepas pantai. Proyek tersebut menggunakan keramba apung yang menghasilkan ikan laut.
Budidaya ikan Samkna, yang letaknya berada sejauh 50 km lepas pantai dari wilayah Ruwais Qatar itu mampu menghasilkan 2.000 ton ikan setiap tahunnya.
Al-Qumra, perusahaan yang menjalankan budidaya ikan Samkna telah memulai rencana ekspansi untuk menggandakan kapasitas produksinya menjadi 4.000 ton.
“Kami memperoleh izin untuk perluasan dan membangun keramba baru,” ungkap Mahmoud Tahoun, direktur operasi dan pengembangan untuk budidaya laut di Al-Qumra.
Ia berharap, lima tahun dari sekarang, perusahaannya sudah dapat memenuhi 60 persen permintaan ikan dari pasar lokal.
Produksi ikan dari subsektor budidaya ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mencegah dampak dari menipisnya stok ikan di perairan lepas pantai.
Namun Range menjelaskan jika masalah internasional terkait produksi gas rumah kaca yang berlebihan dan mengakibatkan perubahan iklim tidak ditangani, maka tidak ada lagi upaya pelestarian ikan lokal yang efektif diterapkan.
Berdasarkan hasil sebuah studi yang dilakukan di Universitas British Columbia pada tahun 2018, sepertiga spesies laut di Teluk akan terancam punah pada tahun 2090 karena kenaikan suhu air, perubahan kadar salinitas dan oksigen, dan penangkapan ikan berlebihan.
Kerjasama Qatar-Indonesia
Pada 2018 lalu, Indonesia dan Qatar pada menjalin kerja sama di bidang industri sektor perikanan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa meski nilai ekspor ikan ke Qatar relatif kecil, namun terdapat potensi pasar ekspor yang lebih luas.
Potensi yang dimaksud itu karena Qatar merupakan negara yang kaya dan sering membantu negara-negara tetangganya yang bermasalah. Hal itu membuka peluang untuk bisa memasok ke negara lain.
Dilansir dari Kontan, Menteri Koordinator Perekonomian Luhut B. Pandjaitan menyatakan bahwa perjanjian kerja sama Indonesia-Qatar ini mencapai US$ 500 juta. Investasi itu digunakan untuk pembangunan hotel di Mandalika.
Selain itu, Qatar juga meminta adanya penerbangan langsung dari Qatar ke Banda Aceh. Sebab, Qatar juga berminat untuk mengembangkan akuakultur di kota Serambi Mekah tersebut.
Ketua Bidang Perikanan ASPINDO menuturkan bahwa kerjasama ini bakal membuka peluang ekpor ikan Indonesia ke negara-negara Timur Tengah. Pasalnya, wilayah Qatar merupakan titik temu strategis untuk perdagangan di kawasan tersebut.
Terlebih, di Uni Emirat Arab terdapat pemain ritel raksasa bernama Lulu Hypermarket yang menyuplai produk untuk toko-tokonya yang tersebar di Oman, Qatar, Kuwait, Bahrain, Mesir, Saudi Arabia, India, Malaysia, bahkan Indonesia.