Mediatani.co- Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia-Jakarta Prof. Asep Saefuddin lantang dalam membicarakan inovasi-inovasi akademik kepada pemuda yang berisikan mahasiswa dan alumni beberapa kampus. Ia menjelaskan berbagai persoalan saat menjadi pembicara pada kegiatan diskusi Colloquy serie ke-7 yang diselenggarakan di Warung Pemula di Babakan Tengah, Dramaga-Bogor, Kamis (24/01/2019).
Diskusi yang mengusung tema “Gagasan Membangun Lembaga Income Generator Berbasis Knowledge dan Inovasi dalam Universitas” ini dihadiri oleh berbagai pihak. Mulai dari mahasiswa, dosen, peneliti, dan beberapa aktivis masyarakat.
Ia mengatakan syarat awal membangun income generator di universitas adalah inklusifitas. Kampus tidak boleh menjadi menara gading yang berdiri terpisah dari masyarakat sekitar.
“Kampus dan masyarakat harus menjadi satu kesatuan. Tidak boleh terpisah oleh pagar-pagar penyekat. Kampus dan masyarakat menjadi satu paket yang saling melengkapi. Tidak akan ada yang mencuri, kalo satu sama lain merasa saling memiliki,” ujar Prof Asep.
Menurut Prof Asep, kelebihan manusia (Homo Sapiens) dibanding makhluk lain adalah kemampuan bermasyarakat. Sehingga universitas tidak boleh eksklusif dari lingkungan sekitar kampus.
“Jika kampus terbuka untuk semua kalangan, potensi untuk sinergi semakin lebar. Secara tidak langsung pembentukan lembaga income generator juga tidak hanya terbatas pada segmen mahasiswa, namun juga melibatkan masyarakat.” lanjutnya.
Selain itu, Ia pun menjelaskan bahwasanya inovasi akan mudah lahir dari lingkungan yang egaliter. Ia mencontohkan bagaimana egaliternya pasukan revolusi Mesir saat menghadapi tentara kolonial Perancis.
“Mereka semua setara, mulai dari jenderal, kolonel, kapten, bahkan prajurit sekalipun memiliki hak yang sama untuk berpendapat.” ucapnya.
Hal itu yang menjadi tolakan bagi Prof Asep dalam melihat persoalan inovasi di dunia akademis.
“Semua civitas kampus harus membangun sikap kesetaraan. Sehingga ide-ide inovatif bisa muncul darimana saja, tidak hanya dari kalangan elit kampus saja,” ungkap Prof Asep.
Ia melanjutkan penjelasannya saat di sesi tanya jawab dengan peserta diskusi. Ia menanggapi pertanyaan Dr Aceng Hidayat dosen IPB yang sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Institut IPB dan membahas mengenai kumpulan inovasi-inovasi yang dihasilkan oleh IPB.
“Bagaimana inovasi bukan menjadi kumpulan inovasi semata, melainkan dapat memberikan solusi untuk persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Singkatnya, bagaimana kita akademisi memainkan peran sebagai jembatan antara sains dengan realita.” Tanya Dr Aceng.
Prof Asep yang juga merupakan Guru Besar Statistika di IPB memberikan komentarnya mengenai hal itu. Ia berpandangan IPB memang perlu dan harus berani menciptakan sebuah ruang pendidikan yang langsung menyentuh persoalan-persoalan di masyarakat.
“Antara sains dan ralita, mestinya menjadi satu paket. Keberadaan Agriculture atau pertanian memang perlu menjadi benar-benar Agri-Culture atau peradaban. Kemudian penyesuaian antara teoritis dengan indigenous (nilai-nilai lokalitas –red) semestinya memang menggunakan political science. Politik yang benar-benar untuk bisa menerapkan sains di masyarakat.” terangnya.
Ia pun melanjutkan penjelasannya dengan mengangkat bagaimana IPB untuk bertindak. Ia menyoroti tentang perlunya pembaruan yang benar-benar baru, yang bisa menjadi terobosan di dunia pendidikan di Indonesia.
“Mestinya ada terobosan baru seperti adanya Pascasarjana di Indonesia atau seperti sistem jalur masuk perguruan tinggi dengan sistem undangan. Pada era 1970-an hal ini menjadi terobosan baru, sehingga sekarang telah diadaptasi di seluruh Indonesia.” lanjutnya.
Ia berharap segenap pimpinan IPB bisa berpikir how to implement the innovations melalui terobosan-terobosan yang disesuaikan dengan nilai lokalitas.
“IPB mesti berani untuk menciptakan departemen atau jurusan atau program semacam The Earth University. Program ini benar-benar mencetak para insinyur/engineer yang menjadi penjembatan untuk menjadi problem sove di tataran masyarakat.” jelasnya.
Hadir dalam diskusi tersebut Muhammad Karim, M.Si selaku dosen di Universitas Trilogi Jakarta sebagai pembicara. Sara Enggar yang merupakan alumni Fakutas Ekonomi Manajemen IPB sebagai moderator kegiatan.
Karim membahas mengenai bagaimana kita di Indonesia bisa belajar menciptakan ruang-ruang akademis dan inovasi dari negara-negara luar negeri seperti Israel, Amerika, Jepang, dan Eropa.
Selain Dr Aceng Hidayat selaku Sekretaris Institut IPB, hadir pula peneliti Pusat Studi Pembangunan Pertanian Pedesaan (PSP3) IPB Dr Doni Yusri, peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB Amril S Rangkuti, MM dan beberapa unsur masyarakat lainnya.
/J