Mediatani – Di beberapa negara tropis, ikan kerapu (Groupers) sudah mulai di budidayakan secara komersil. Selain memiliki rasa daging yang lezat dan memiliki kandungan gizi yang tinggi, ikan kerapu juga memiliki harga jual yang tinggi di pasar dunia. Mahalnya harga komoditas ini dikarenakan ketersediaannya di alam mulai berkurang, sedangkan permintaan pasar dunia semakin tinggi.
Kerapu sudah sejak dahulu kala dibudidaya masyarakat sebagai salah satu andalan ekspor komoditas budidaya, setelah udang, rajungan dan rumput laut. Usaha budidaya kerapu umumnya dilakukan dengan memanfaatkan keramba jaring apung (KJA).
Selain dengan media KJA, budidaya kerapu bisa dilakukan di tambak, seperti yang diusahakan masyarakat di Desa Labuhan , Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (Jatim).
Kabupaten Lamongan juga menjadi salah satu sentra budidaya kerapu di tambak. Tak heran apabila sebagian besar penduduk di Kecamatan Brondong, Lamongan melakukan budidaya kerapu.
Usaha budidaya kerapu di Kecamatan Brondong hingga saat ini berkembang pesat. Dari tangan-tangan merekalah, kawasan ini menjadi salah satu pemasok kebutuhan pasar dalam negeri dan luar negeri.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto mengatakan, budidaya kerapu di tambak merupakan salah satu teknologi yang luar biasa dalam rangka mendukung produksi perikanan budidaya berkelanjutan.
Slamet mengatakan, usaha budidaya tambak kerapu di Desa Labuhan memiliki prospek menjanjikan. ” Hasil budidayanya banyak diminati pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Komoditas kerapu dari Desa Labuhan, Kecamatan Brondong sudah diekspor ke Hongkong, Singapura, Jepang dan China, ” kata Slamet, di Lamongan, Selasa (14/7).
Pembudidaya kerapu di Desa Labuhan memanfaatkan benih kerapu cantang dari Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo. Benih kerapu cantang ini merupakan salah satu jenis kerapu hibrid besutan BPBAP Situbondo. Ikan kerapu cantang (Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus) termasuk kelompok ikan kerapu yang berharga tinggi.
Kerapu cantang merupakan hasil persilangan ikan kerapu macan (Epinephellus fuscoguttatus) dan ikan kerapu kertang (Epinephellus lanceolatus). Tingkat pertumbuhan ikan kerapu ini sementara menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kerapu lain yaitu dalam masa pemeliharaan 7 bulan dapat mencapai berat 5 – 7 ons/ekor.
Menurut Slamet, tambak kerapu di Desa Labuhan merupakan salah satu kawasan yang pertama kali dibina BPBAP Situbondo. “Ketika saya menjadi Kepala Balai tahun 2007, saya mencoba budidaya kerapu di tambak Bapak Karno, yang sebelumnya hanya memiliki tambak sekitar 3 Ha. Kini, tambaknya telah berkembang seluas 20 Ha,” kenang Slamet.
Slamet berharap, petambak di Lamongan dapat menjaga kualitas produksi secara berkelanjutan. Petambak diharapkan mengikuti petunjuk dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Dinas dan juga penyuluh setempat. ” Jangan lupa, terapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB),” ujar Slamet.
Menurut Slamet, budidaya kerapu di tambak akan didorong pengembangannya dan fokus pada peningkatan ekspor. Sehingga, keterlibatan pihak swasta atau pemilik modal sangat diharapkan melalui investasi di bidang ini.
“Untuk mendorong kemudahan investasi, pemerintah telah memberikan ruang bagi percepatan investasi. Diantaranya, melalui berbagai regulasi yang ramah investasi dengan penyederhanaan birokrasi perijinan, dan perlindungan usaha melalui regulasi perencanaan ruang/zonasi,” papar Slamet.
Usaha budidaya kerapu di tambak Lamongan sudah menerapkan teknologi budidaya kerapu tradisional plus dan semi intensif. Selain memanfaatkan kincir, padat tebarnya cukup proporsional.
“Dengan luas 3 ribu m2, padat tebarnya sebanyak 6 ribu ekor. Kincirnya dinyalakan pada malam hari,” kata Ketua Kelompok Pembudidaya Bhakti Usaha 2, Chusnul Karim.
Karim menyebutkan, lahan tambak kerapu yang dimiliki Pokdakan Bhakti Usaha 2 seluas 30 Ha. Sedangkan jumlah petambak yang tergabung dalam Pokdakan tersebut sebanyak 50 orang.
Menurut Karim, hasil panen kerapu parsial pada Rabu (8/7) lalu, sebanyak 0,5 ton untuk 1 petak dengan size 600 gram ke atas. Sedangkan kisaran harganya Rp 60 ribu. “Hasil yang diperoleh kurang lebih Rp 30 juta dengan tingkat kelangsungan hidup 85 persen,” ujarnya.
sumber : http://kominfo.jatimprov.go.id