Rumah Mewah yang Berderet di Pati Ini Ternyata Kampung Nelayan

  • Bagikan
Kampung nelayan di Pati

Mediatani – Jika mendengar kampung nelayan, hal yang biasanya langsung terbayang adalah suatu kawasan yang kumuh. Namun, kampung nelayan yang satu ini sangat berbeda, rumah-rumah yang terdapat di Desa Bendar, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ini sangat mewah seperti istana yang ada di kota besar.

Kawasan tersebut bahkan disebut sebagai kampung nelayan terkaya di Indonesia. Hal ini diketahui dari sebuah video viral yang diunggah oleh akun TikTok @elizasifa, pada Minggu, 23 Mei 2021. Video itu pun ramai diperbincangkan di media sosial.

Dalam video tersebut, pemilik akun tampak sedang menyusuri Desa Bendar bersama dengan temannya menggunakan sepeda motor. Ia kemudian memperlihatkan kondisi kampung nelayan yang dipenuhi dengan deretan rumah yang mewah.

“Desa nelayan terkaya di Indonesia check. Nah ini nih lokasi ada di Desa Bendar, Juwana, Pati,” tulisnya diunggahan akun tiktok @elizasifaa, dilansir dari Suara, (25/5).

Sembari memperlihatkan deretan rumah mewah tersebut, pembuat akun tiktok tersebut juga mengungkapkan bahwa sekitar 95 persen penduduk di desa itu bekerja sebagai nelayan dan rata-rata dari mereka itulah yang memiliki rumah mewah tersebut.

Wajar saja mereka bisa memiliki rumah yang sangat megah dengan model yang begitu modern, karena menurut pembuat video, penghasilan penduduk di desa ini bisa mencapai Rp 80 hingga 100 juta perbulan.

Di akhir video, si pemilik akun juga juga memperlihatkan kapal-kapal milik nelayan yang sedang bersandar di dermaga yang terdapat di kampung nelayan tersebut.

Hingga Rabu (26/5/2021), video yang diunggahnya itu telah ditonton sebanyak 3,7 juta kali dan mendapat lebih dari 370.000 likes dengan belasan ribu komentar yang beragam dari warganet. Tak sedikit dari mereka yang berkomentar takjub dengan kemewahan desa nelayan tersebut.

“Jual ikan di pasar aja untung 300-1 juta, apalagi nelayannya yan punya kapal, memang laut itu menyimpan banyak rezeki,” kata warganet.

“Sumpah itu betul banget, soalnya ayahku juga kerja di situ dan gajinya gede,” ungkap warganet lainnya.

Kisah di balik kemewahan rumah-rumah di Desa Bendar

Kemewan rumah-rumah mewah di Desa Bendar ini sebenarnya bukan pertama kali ini ramai dibicarakan. Sebelumnya, Kompas juga pernah menceritakan tentang kampung nelayan tersebut.

Desa Bendar ini disebutkan sebagai sebuah desa nelayan yang berbeda dengan desa nelayan lainnya. Pasalnya, nelayan yang tinggal di desa tersebut tak tinggal di kawasan kumuh, melainkan di rumah-rumah seperti istana yang memiliki dua lantai bahkan lebih, pilar-pilar tinggi, lantai berlapis marmer, dan atap genteng beton bahkan ada yang dilengkapi dengan kolam renang.

Desa Bendar sendiri terletak di antara Laut Jawa dan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), yang berada di sisi Sungai Juwana. Namun, kemewahan kampung nelayan tersebut tidak serta-merta terjadi begitu saja karena sebenarnya kawasan tersebut juga dulunya cukup kumuh.

Sariyani, salah seorang nelayan Bendar, yang sudah melaut sejak tahun 1952 dengan perahu layar mengungkapkan bahwa pada tahun 1980-an, desa tersebut juga masih kumuh dan masyarakatnya masih miskin.

Hingga pada 2008 kemudian, Sariyani sudah memiliki tujuh kapal yang masing-masing memiliki bobot di atas 100 gross ton. Harga kapal tersebut lebih dari Rp 1 miliar per unit. Kondisi nelayan mulai membaik ketika pemerintah telah melakukan pengerukan Sungai Juwana sekitar tahun 1980-an.

Sebelumnya, lumpur yang terdapat di kawasan tersebut membuat nelayan sulit berktivitas di Sungai Juwana, dimana dua abad lalu menjadi bandar dan pusat industri galangan kapal pantai utara Jawa, selain Rembang dan Lasem. Setelah pengerukan itu, Sungai Juwana pun kembali diramaikan dengan kapal dan industri pengolahan ikan pindang pun marak.

“Pernah dalam setahun omzet tangkapan nelayan di sini mencapai Rp 140 miliar,” ungkap Saryani.

Zuhdi, nelayan Bendar lainnya mengungkapkan bahwa kesuksesan nelayan di kampung tersebut tidak lepas dari sifat pantang menyerah mereka. Selain itu, para nelayan yang berada di kawasan itu juga tidak suka menghamburkan uang untuk hal yang tidak penting.

“Sejak dari menjadi ABK (anak buah kapal), kami berhemat agar dapat membeli kapal sendiri,” ujarnya.

Sikap yang pantang menyerah itu juga dimiliki oleh Zuhdi. Meskipun dirinya tak tamat sekolah dasar, Zuhdi memulai dari nol dan bekerja dengan tekun.

Lelaki yang awalnya hanya bekerja sebagai tukang bersih lantai kapal ini akhirnya bisa memiliki lima unit kapal pada 2008. Ia juga berhasil membangun dua rumah mewah bertingkat untuk kedua anaknya.  Zuhdi juga mengatakan bahwa ekonomi nelayan yang membaik itu juga ditopang oleh peran perempuan di desa yang juga ikut bekerja.

“Mereka yang biasa menjual hasil tangkapan. Sisanya diolah menjadi ikan pindang,” kata Zuhdi.

  • Bagikan