Mediatani – Pertanian hidroponik ternyata masih menjadi salah satu usaha yang menjanjikan. Namun, hal itu berlaku bagi orang yang serius memanfaatkan peluang tersebut. Seorang warga Desa Majenang, Kecamatan Sukodono, Sragen, Hediono (28) berhasil membuktikannya.
Hediono yang merupakan alumnus S2 Manajemen Universitas Islam Batik (Uniba) Solo ini merintis kebun hidroponiknya sejak tahun 2019. Berkat ketelatenannya, Hediono kini sudah bisa meraup omzet sebanyak Rp 10 juta per bulan dari hasil kebun hidroponiknya.
Sebelum fokus pada hidroponiknya, Hediono pernah bekerja di salah satu perusahaan konstruksi di Solo. Namun akhirnya dia memutuskan berhenti dari pekerjaannya lalu memilih untuk menekuni hobinya bercocok tanaman.
“Awalya hobi saja, kemudian saya belajar pertanian dengan sistem hidroponik melalui Youtube. Akhirnya mulai akhir 2019 saya fokus untuk menekuni pertanian hidroponik,” ungkap Hediono dilansir dari laman Solopos.com, pada Kamis (6/10/2022).
Kebun hidroponik Hediono berada tepat di belakang rumahnya yang dulu merupakan kebun jati dengan luas 4 ribu meter persegi. Pohon jati dinilainya sudah tidak produktif lagi karena masa panen kayunya yang sangat lama. Hediono lalu memasang instalasi hidroponik dan memberi nama kebunnya Stasiun Hidroponik Sragen.
“Modal awal kurang lebih Rp3 juta, kemudian sempat gagal panen berkali-kali. Paling parah waktu awal 2020 karena kesalahan saya sendiri, banyak jamur di sayuran. Awalnya belum punya cukup ilmu untuk mengatasi hal tersebut,” kenang Hediono.
Di awal-awal usahanya, Hediono bisa memperoleh omzet Rp2 juta/bulan. Seiring bertambahnya pasar dan luas lahan yang bertambah, kini ia dapat mengantongi omzet Rp 10 juta/bulan.
Untuk pemasarannya, Hediono menjualnya di Sragen, Ngawi, Grobogan dan Yogyakarta. Dalam seminggu dia melakukan pengiriman sebanyak tiga kali. Kebun hidroponik miliknya sudah memiliki sepuluh pelanggan tetap yang menyerap sayurannya. Masing-masing pelanggan biasanya membeli 15-20 kg/minggu.
Mengapa memilih merintis usaha Hidroponik?
Setelah lulus S2 tahun 2022 ini, Hediono mengaku lebih suka bertani hidroponik dibanding kerja kantoran karena waktunya yang lebih fleksibel. Selain itu, dia juga bisa menerapkan ilmu manajemen sistem pengelolaan keuangan dan pemasaran sayuran hasil kebun yang dia pelajari selama kuliah.
Sayuran yang ada di kebun hidroponiknya pun beragam. Ada selada hijau, sawi, kangkung dan selada merah. Hediono menjual sayuran tersebut dalam dua jenis, dalam skala besar yang menggunakan hitungan kilogram dan dalam bentuk kemasan dengan harga yang berbeda.
“Untuk selada dihargai Rp 20 ribu/kg dan untuk kemasan 250 gram dihargai Rp 7 ribu/kemasan,” tambahnya.
Sementara untuk kangkung dan sawi dijual Rp 15 ribu/kg, untuk kemasaan 250gram dihargai Rp 5 ribu/kemasan.
Keunggulan Hidroponik
Menurutnya, bertani dengan menggunakan sistem hidroponik terasa lebih mudah. Selain bisa diterapkan di lahan yang sempit, perawatannya cukup mudah sebab pupuk telah dialirkan melalui pipa. Kunci utama dalam bertani hidroponik adalah pengairan.
Selain itu, menurut pelanggannya, rasa sayur dari pertanian hidroponik dianggap lebih manis dan renyah serta tingkat ketahanan sayurannya lebih tinggi. Sayuran hasil hidroponik bisa bertahan hingga dua minggu sedangkan sayuran konvensional normalnya hanya bertahan selama tiga hari.