Mediatani – Musim hujan biasanya membuat para petani sayuran merasa gelisah. Mereka khawatir hasil panennya akan rusak karena terkena banjir atau diterjang badai. Hal ini pun membuat para petani sayuran yang masih menggunakan sistem konvensional seringkali merugi ketika musim hujan datang.
Berbeda halnya dengan petani sayuran hidroponik yang justru senang ketika musim hujan tiba. Kondisi cuaca ini membuat mereka kebanjiran orderan terutama untuk jenis sayuran selada.
Para petani sayuran hidroponik mengakui permintaan terhadap selada mengalami kenaikan pesat. Hal ini karena petani konvensional tidak mampu mencukupi kebutuhan para konsumen.
Sistem pertanian hidroponik yang dibuat bisa panen setiap harinya dinilai mampu mencukupi kebutuhan para konsumen. Tidak heran ketika musim hujan, selada yang terjual bisa sebanyak 50 kg dalam waktu satu minggu.
Teknik pertanian hidroponik saat ini menjadi salah satu sistem pertanian yang banyak diterapkan oleh masyarakat kota, karena memungkinkan mereka untuk bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah. Pada umumnya, hidroponik dibuat dalam rumah kaca dengan menggunakan medium air yang berisi zat hara.
Sistem hidroponik menjadi alternatif cara menanam yang praktis. Sistem pertanian ini tidak memerlukan tanah dan lahan yang luas sehingga cocok diterapkan untuk berkebun di rumah.
Cara membuat instalasinya bisa dengan menggunakan peralatan canggih hingga ada juga yang menggunakan peralatan sederhana. Contohnya seperti memanfaatkan barang-barang bekas seperti botol dan kain yang sudah tidak terpakai lagi.
Meskipun tantangan terberatnya juga karena intensitas curah hujan yang cukup tinggi dan hama tanaman yang sering kali menyerang sayurannya, tetapi kondisi ini masih bisa diantisipasi oleh para petani sayuran hidroponik.
Hal ini dirasakan oleh Arif Hermawan, salah satu petani milenial hidroponik asal Lumajang. Arif mengakui bahwa kebun hidroponik miliknya mampu tumbuh dengan subur bahkan saat musim hujan tiba.
Jika biasanya hidroponik miliknya bisa dijual ke kota sebelah, justru kali ini Arif hanya menjualnya di area Kabupaten Lumajang saja. Itu karena di daerah tersebut memang sudah banyak warga yang beralih memilih sayuran hidroponik untuk dikonsumsi pribadi ataupun dijual lagi.
Faktor ini terjadi akibat musim hujan yang membuat petani yang masih menggunakan sistem konvensional mengalami gagal panen. Alhasil, sayur hidroponiknya bisa menjadi solusi alternatif.
“Sekarang kebanjiran orderan, karena memang musim hujan. Banyak petani sayur gagal panen. Jadi, orang-orang banyak milih sayur hidroponik,” tutur Arif.
Arif mengungkapkan bahwa biasanya pembeli bisa menghabiskan sebanyak 20 kilogram sayuran hidroponik yang didominasi oleh warga sekitar Lumajang.
Sementara jika dikalkulasi dalam satu minggu, bisa menghabiskan sekitar 60 kilogram, bergantung pada permintaan. Jumlah tersebut terbilang cukup banyak jika dibandingkan dengan musim kemarau.
“Kalau lagi musim kemarau kadang sepi juga. Karena pesaingnya sudah normal. Jadi, nggak heran kalau kondisinya seperti ini 60 kilogram ludes,” pungkas Arif.