Mediatani – Sebuah fenomena alam yang memprihatikan tampak di perairan laut Taiwan. Akibat pemanasan laut, hampir sepertiga terumbu karang di Taiwan mengalami pemutihan. Anomali perubahan iklim membuat fenomena ini semakin cepat terjadi. Dari pengamatan peneliti, terumbu karang yang memutih itu tampak seperti salju di tengah samudera.
Jaringan Observasi Pemutihan Terumbu Karang (TCBON) yang melakukan penelitian di 62 lokasi itu mengungkapkan bahwa laju kematian karang yang terjadi di wilayah Taiwan itu telah menyentuh rekor paling parah.
Dari hasil penelitian, tercatat separuh terumbu karang di Taiwan saat ini mengalami pemutihan. Parahnya, sebanyak 31 persen di antaranya tidak dapat lagi diselamatkan.
“Situasinya seperti jika terumbu karang dimasak dengan air panas,” kata Kuo Cha-yang, peneliti di Pusat Keragaman Hayati di Academia Sinica, Taiwan.
Ekosistem terumbu karang memiliki peran yang penting bagi kehidupan manusia. Meskipun hanya kurang dari satu persen dasar laut yang ditutupi oleh terumbu karang, namun makhluk ini menjadi habitat seperempat spesies satwa laut.
Dari berbagai spesies yang ditopang oleh ekosistem terumbu karang tersebut, beberapa diantaranya merupakan sumberdaya perikanan yang memiliki arti penting bagi masyarakat setempat yang pada umumnya dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup.
Selain itu, ekosistem terumbu karang juga merupakan laboratorium alam yang dimanfaatkan oleh para peneliti untuk mengungkap berbagai penemuan yang berguna bagi kehidupan manusia. Beberapa jenis spongs yang terdapat pada terumbu karang, misalnya, merupakan hewan yang berpotensi mengandung bahan bioakif, sehingga dapat dijadikan bahan obat-obatan, khususnya untuk penyembuhan penyakit kanker.
Namun belakangan, kenaikan air laut membuat fauna laut tersebut mengalami kematian massal. Alga yang menempel pada jaringan tubuh karang, membuat terumbu karang dapat hidup. Makhluk kecil itu mampu menghasilkan hampir 90 persen bahan makanan bagi karang melalui proses fotosintesis.
Normalnya, suhu laut yang optimal bagi kehidupan terumbu karang adalah antara 26-28οC, kenaikan atau penurunan suhu yang terjadi dalam waktu yang relatif lama dapat mengakibatkan kematian hewan pada karang.
Hal itulah yang terjadi saat ini, terjadinya pemanasan global memicu suhu air laut menjadi naik, sehingga alga mengalami stress, dan membuatnya melepaskan racun kimia yang merusak baik bagi dirinya maupun inangnya. Alga yang bersifat toxic itu memaksa karang untuk membuangnya dan memutih dengan sendirinya.
Anggota TCBON, Kuo menjelaskan bahwa kejadian tersebut juga tidak lepas dari akibat berkurangnya jumlah siklon tropis pada musim panas lalu. Pada musim itu, air yang bersuhu dingin dari dasar laut terangkat oleh arus ke permukaan, dan menopang keseimbangan suhu air.
Dari penelitian yang dilakukan, dia mengungkap selama tiga bulan terakhir, suhu air di sebagian besar wilayah laut Taiwan melebihi 30 derajat Celcius. Area paling terdampak dari kondisi tersebut adalah Liuqiu Kecil, sebuah kepulauan karang di barat daya, di mana 55 persen terumbu karang sudah memutih.
“Terumbu karang serupa dengan hutan hujan bagi samudera. Terumbu tanpa karang seperti hutan tanpa pohon, dan mahluk-mahluk penghuninya harus pergi karena tidak ada lagi makanan atau tempat berlindung,” tutur Kuo.
Menurutnya, jika terumbu karang tersebut mati, maka ekosistem terumbu karang akan ambruk secara perlahan karena akarnya sudah mati atau tidak mampu lagi untuk menopang.
Penyelam professional yang mengawal jalannya penelitian, Mingo Lee menyatakan penggambaran paling dramatis. Menurutnya pemutihan massal terumbu karang di Taiwan menyerupai salju di dasar samudera.
“Semua putih di mana-mana… Saya belum pernah melihat hal serupa selama 20 tahun bekerja sebagai penyelam.” Ungkap Mingo Lee.
Para ahli sebenarnya telah mulai mengangkat isu tentang semakin memburuknya kondisi terumbu karang dunia sejak dekade 1990-an. Diperkirakan, sekitar 10 persen dari terumbu karang dunia, saat ini dalam kondisi sangat rusak dan bahkan kemungkinan tidak dapat dipulihkan kembali.
Menurut mereka, apabila tidak ada upaya pelestarian yang intensif dilakukan dalam kurun waktu 20 tahun mendatang, maka diperkirakan 30 persen dari terumbu karang dunia akan mengalami nasib yang sama.