Mediatani – Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang mencapai lebih dari 220 juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, maka ketersediaan beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan. Dalam penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global. Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional salah satu cara pemerintah adalah melakukan impor.
Tanaman padi adalah tanaman pangan yang digunakan sebagai bahan makanan utama hampir 90 persen penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di Indonesia yang memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas strategis. Lahan sawah yang subur sebagai sumber daya lahan utama produksi beras semakin lama semakin berkurang dan pendapatan semakin menurun mengingat harga beras yang tidak stabil dan bayang-bayang gagal panen. Oleh karena itu berbagai upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor beras adalah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan penerapan inovasi teknologi budidaya padi. Salah satunya adalah dengan sistem mina padi.
Sistem Mina Padi ialah sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama padi di sawah. Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi Mina Padi. Sejumlah keuntungan yang didapat petani dengan menggunakan teknik mina padi ini diantaranya adalah lahan sawah menjadi subur dengan adanya kotoran ikan yang mengandung berbagai unsur hara sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk yang akan berdampak positif terhadap penurunan gas metan (CH4) yang dihasilkan dari sisa pemupukan tersebut.
Selain itu, sistem perikanan terpadu dapat memperkecil resiko kehilangan sumber penghasilan, karena dari sistem ini tidak mengandalkan pada satu sumber saja, sehingga kegagalan salah satu jenis usaha dapat ditopang oleh keberlangsungan usaha yang lainnya.
Untuk menentukan jenis ikan yang akan dipelihara perlu diperhatikan faktor yang menyangkut kualitas ikan dan kesesuaian dengan lingkungannya. Faktor ikan menyangkut kualitas ikan dan kesesuaian dengan lingkungannya. Faktor sawah meliputi sistem irigasi yang baik dan tingkat kesuburan yang berhubungan dengan ketersediaan makanan alami bagi ikan.
Jenis ikan yang umum dibudidayakan dalam sistem mina padi adalah ikan mas (Cyprinus carpio), tawes (Puntius javanicus), nilem (Osteohilus hasselti), merah mata (Puntius orphiodes), nila (Tilapia nilatica), kancra (Labeobarbus trombroides), dan karper (Ctenophary-ngodon idellus). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis ikan adalah volume air, ketersediaan benih, pakan, pasar, dan kebiasaan petani. Pada mina padi, ketinggian air genangan tanaman padi terbatas antara 10-15 cm, dan pada bagian caren ketinggian airnya 20-30 cm
Peningkatan efisiensi penggunaan lahan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani yang didapat dari adanya tambahan penghasilan berupa ikan tanpa mengurangi pendapatannya dari tanaman padi. Usaha tersebut juga berpotensi meningkatkan produksi padi karena kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan tersedianya kotoran ikan dan sisa makanan yang berfungsi sebagai pupuk.
Pertumbuhan gulma dapat ditekan karena gulma dapat menjadi pakan ikan, begitu pula perkembangan populasi hama dan penyakit tanaman padi karena ikan memakan binatang kecil yang merupakan hama padi. Perilaku ikan dalam mencari makanan yang biasanya dilakukan dengan membolak-balik tanah membantu memperbaiki struktur tanah. Berdasarkan penjelasan tersebut teknologi pertanian Inmindi dinilai sebagai teknologi yang tepat guna.