Mediatani – Adanya rencana pembangunan kantor Baitul Malwa Tamwil di lahan bekas Sarana Terminal Agrobisnis (STA) membuat geram puluhan petani cabai dan bawang merah di kawasan Pantai Selatan Bantul.
Mereka pun melakukan aksi demonstrasi, di lahan bekas STA yang berada di Padukuhan Tegalrejo, Kalurahan Srigading, Kecamatan Sanden, tepatnya di sebelah selatan pintu masuk Pantai Samas, Rabu (26/8/2020) pagi.
Alat berat yang akan merobohkan bangunan STA diusir bahkan beberapa petani yang emosi mengancam akan membakar alat berat dan tenda pesta yang telah terpasang untuk seremonial dimulainya proses pembangunan oleh pihak Baitul Mallwa Tamwil (BMT).
Alat berat yang tiba-tiba akan merobohkan bangunan STA tersebut membuat para petani kesal. Terlebih lagi karena menurut mereka sama sekali tidak ada sosialisasi dari pihak BMT mengenai alih fungsi lahan tersebut.
Ketua Kelompok Lelang Cabai Kecamatan Sanden, Subandi, mengatakan bahwa para petani menolak dengan rencana pembangunan kantor BMT yang menggunakan lahan STA tersebut.
Sejatinya, STA tersebut dibangun untuk kepentingan para petani cabai. Ia menceritakan, pada masa pemerintahan Bupati Idham Samawi , STA dibangun untuk menolong petani saat harga jatuh.
“Petani khawatir akan kehilangan tempat pelelangan yang sejatinya juga dibangun untuk memfasilitasi para petani cabai dan bawang merah di kawasan Pantai Selatan Bantul,” ujar Subandi, Rabu (26/8/2020) di sela aksi.
Mangkraknya bangunan STA selama 5 tahun terakhir membuat para petani tak lagi memanfaatkan bangunan tersebut. Jika dipaksakan menggunakan bangunan STA tersebut maka akan membahayakan para petani. Oleh sebab itu, petani mengalihkan tempat pelelangan di rumah warga.
Petani mengklaim tidak memiliki dana jika harus memperbaiki bangunan tersebut secara mandiri. Subandi mengatakan bahwa mereka telah berkali-kali mengajukan permohonan agar bangunan tersebut diperbaiki, namun tak pernah mendapat persetujuan.
Menurutnya, para petani sangat terbantu dengan adanya tempat pelelangan tersebut. Dengan adanya pelelangan tersebut, harga yang semulanya jatuh bisa menjadi lebih tinggi. Itulah sebabnya para petani menghendaki bangunan STA tetap ada dan diperbaiki sehingga bisa berfungsi kembali.
Tercatat, saat ini ada ratusan petani sebagai anggota kelompok pelelangan tersebut namun yang aktif hanya 45 orang. Setiap masa panen, petani mengadakan lelang di rumah petani. Karena bangunan yang didirikan 17 tahun lalu sudah rusak dan nyaris roboh.
“Pihak Desa seharusnya memperbaiki bangunan itu. Bukan malah menyewakan ke pihak lain,” keluhnya.
Carik Desa Srigading, Dwi Krisdyanto, menepis Desa membiarkan STA begitu saja. Sebab, Desa tidak berani menyentuh bangunan tersebut karena bangunan tersebut bukan milik desa. Desa memang pernah mengajukan permohonan untuk membongkar bangunan tersebut karena sudah membahayakan namun tidak pernah disetujui.
Makanya ketika ada pihak yang ingin memanfaatkan lahan dan ingin mengajukan kekancingan ke Kraton sebab lahan tersebut Sultan Ground, pihak Desa berani mengeluarkan surat keterangan.
Dwi menandaskan segala proses keterangan dari desa sudah dilalui. Desa melihat jika bangunan tersebut membahayakan karena sudah banyak besi yang lapuk dan sebagian atapnya hilang diterpa angin pantai.
“Pihak desa sendiri tidak berani memperbaiki bangunan tersebut karena bukan milik pemerintah desa. Itu kayaknya dibangun dari pusat 2008 lalu. Kami tidak tahu milik siapa, di bidang aset kabupaten Bantul juga tidak ada. Makanya kami berani memberikan surat keterangan,” tandas Dwi.
Di sisi lain, perwakilan Panitikismo Pemerintah DIY, Julaidi Rastyanto juga menandaskan jika pihak Keraton Yogyakarta telah memberi kekancingan kepada pihak BMT untuk membangun
kantor di lahan tersebut. Itu berarti, lahan seluas 200 meter tersebut, sudah diperkenankan untuk dimanfaatkan oleh pihak BMT untuk kepentingan mereka.
Didik (panggilan akrabnya) menandaskan pihak Panitikismo yang mengeluarkan kekancingan tentu tidak sembarangan dan sudah melakukan kroscek di lapangan. Pihak BMT sudah memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan seperti Surat Keterangan dari pihak Desa yang menyebutkan lahan tersebut bukan sengketa.
“Kalau sosialisasi dari BMT sudah ada. Dari Desa juga menyebutkan bangunan STA itu sudah mangkrak 10 tahun lebih dan jika dibiarkan akan membahayakan manusia,” terangnya.
Pihak Desa Srigading juga menerangkan jika bangunan tersebut tidak jelas kepemilikannya. Selain itu, pihak BMT selaku pengguna lahan juga telah mengantongi surat keterangan dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Bantul serta ijin pemanfaatan lahan dari Bupati Bantul.
Ia menjelaskan, berkaitan dengan aset STA tersebut, pihaknya juga sudah melakukan verifikasi di lapangan dan memang tidak jelas milik siapa. Di samping itu juga pihaknya melihat daripada bangunan itu mangkrak dan membahayakan maka jika ada pihak yang akan memanfaatkan maka dipersilahkan.
“Dan ijin pemanfaatan lahan untuk STA itu hanya 10 tahun. STA didirikan 20 tahun lalu, artinya ijinnya sudah habis,” tegasnya.