Mediatani – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Jawa Tengah mencatatkan tangkapan ikan nelayan di daerah tersebut mencapai 58.000 ton atau senilai Rp535 milar setiap tahunnya. Hal ini membuat Pati masuk dalam tiga tangkapan ikan terbesar di Indonesia.
Kepala DKP Pati, Edy Martanto menyebutkan beberapa daerah dengan tangkapan ikan terbesar diantaranya Pati, Indramayu dan Muara Baru. Hal tersebut tidak lepas dari banyaknya kapal tangkap ikan di Pati yang berasal dari Kecamatan Juwana.
Lebih rinci Edy menjelaskan bahwa di Juwana terdapat 700 kapal yang terdiri dari 400 kapal jenis kursen, 150 kapal cantrang, sisanya kapal cumi. Selain itu, ada kapal kecil yang tersebar di Kecamatan Dukuhseti dan Tayu yang jumlahnya mencapai ribuan.
“Pati nomor tiga secara nasional dalam hasil tangkapan ikan. Armada kapal nelayan yang paling hebat di Indonesia ya ada di Pati ini,” ungkap Edy, Kamis (1/4).
Setiap harinya, tambah Edy, nelayan Pati mampu menangkap 100 hingga 300 ton ikan. Hasil tangkapan tersebut kemudian didistribusikan ke daerah lain di Jawa Tengah, dan bahkan untuk memenuhi permintaan ekspor.
“Paling banyak memang dari Juwana. Kalau lagi musimnya mereka mampu menangkap ikan sampai 300 ton tiap hari. Di bawa ke kota-kota besar hingga ekspor dan masyarakat domestik,” ungkapnya.
Selama ini Kabupaten Pati memang dikenal sebagai Bumi Mina Tani atau daerah penghasil perikanan serta pertanian terbaik. Wajar saja karena secara geografi, daerah ini diapit Gunung Muria dan Pegunungan Kendeng serta dilewati garis pantai utara pulau Jawa.
Bahkan, Pati memiliki garis pantai hingga 60 kilometer dari Kecamatan Batangan hingga Kecamatan Dukuhseti. Selain itu, Sungai Juwana yang terdapat di daerah ini mengalir langsung ke laut Jawa dengan posisi menjorok ke darat sehingga cukup aman dari ombak.
Berbagai kelebihan itu membuat Juwana menjadi salah satu tempat yang baik untuk berlabuhnya kapal-kapal penangkap ikan dari berbagai daerah di Indonesia. Daerah ini juga menjadi tempat pilihan untuk melakukan bongkar muat kapal.
Kondisi itu juga turut melahirkan banyak nelayan cakap dari sekitaran Juwana. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislautkan), sedikitnya terdapat 748 kapal yang ada di Pati.
Dari jumlah itu, diantaranya sebanyak 218 berkapasitas diatas 30 grosston (GT) sedangkan 530 lainnya berkapasitas di bawah 30 GT. Selain itu, juga terdapat 1.374 kapal kecil dengan motor tempel.
Semua jenis kapal itu biasa berlabuh di delapan tempat pelelangan ikan (TPI) yang ada di Pati, yakni TPI Bajomulyo I, Bajomulyo II, Pecangaan Batangan, Margomulyo Tayu, Sambiroto Tayu, Alasdowo Dukuhseti, Banyutowo Dukuhseti, dan Puncel Dukuhseti.
Kapal yang jumlahnya ribuan itu dimiliki oleh sekitar 1.285 orang dengan total awak kapal sekitar 6.248 orang. Hasilnya, Kabupaten Pati mampu memproduksi ikan dengan jumlah yang begitu besar.
Selama tahun 2017, hasil tangkapan nelayan ada sebanyak 26.734 ton ikan selama setahun. Jumlah produksi tersebut membuat Pati diperhitungkan di tingkat nasional. Hasil tangkapan itu memiliki nilai produksi hingga sekitar Rp 324,1 miliar setahun.
Ketika sedang musimnya, nilai produksi ikan dalam sehari bisa berkisar hingga Rp 20 miliar. Jumlah itu bahkan hanya yang tercatat masuk ke dalam tempat pelelangan ikan. Diperkirakan, masih banyak hasil tangkapan yang belum masuk lantaran keterbatasan kapasitas dari TPI.
“Kalau dihitung semua ditaksir bisa mencapai tiga kali lipatnya,” ujar Taryadi, Kasi Sarpras Pengembangan Usaha dan Pemberdayaan Nelayan.
Selain karena bentuk geografisnya aman dan mudah, menurut Edy, menariknya TPI di Pati juga disebabkan karena tata kelola yang baik. Retribusi yang ditarik juga terbilang rendah, yakni hanya sekitar 2,85 persen saja, jika dibandingkan dari TPI daerah lain yang bisa hingga 5 persen.
Hal itulah yang membuat banyak kapal dari berbagai daerah memilih untuk melakukan bongkar muat di Pati. Bahkan, tambah Edy, mereka rela menunggu ketika kondisi TPI begitu terbatas.
Meskipun retribusi yang dikenakan di TPI tersebut hanya sekitar 2,85 persen, namun pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perikanan tangkap masih relatif tinggi.