Mediatani – Dengan hadirnya teknologi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di Kalimantan Tengah (Kalteng) saat ini telah memberi dampak signifikan terhadap petani, terutama pada perilaku dalam mengolah tanaman padi.
Hal tersebut diakui Nor Dahniar, petugas penyuluh pertanian dari Desa Petak Batuah, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, sebagaimana diberitakan situs technology-indonesia.com, Kamis (18/3/2021) lalu.
Melansir, Sabtu (20/3/2021) dari situs technology-indonesia.com, menurut wanita yang telah bertugas selama 20 tahun ini, hadirnya paket teknologi Balitbangtan berhasil menggerakkan petani dari kebiasaan lama, khususnya dalam penggunaan varietas dan pengolahan lahan.
“Tadinya petani di sini menanam padi lokal yang panennya setahun sekali, tapi sekarang perlahan mereka sudah mulai berubah menjadi setahun dua kali karena yang ditanam adalah varietas unggul yang umurnya lebih pendek,” ujar Nor awal Maret 2021.
Menurut Nor, sejak diperkenalkan dengan mekanisasi pertanian, ditambah juga dengan adanya bantuan dari Kementerian Pertanian, para petani di wilayahnya pun menjadi sangat tertolong.
“Dalam mengolah lahan pun petani merasa terbantu karena adanya sarana produksinya dan alsintan termasuk mesin perontok yang disediakan oleh pemerintah,” tambahnya.
Nor juga mencontohkan, di desanya terdapat satu kelompok tani yang tidak pernah menanam padi unggul. Akan tetapi, kini mereka mulai menanam varietas unggul baru (VUB) padi Inpari 42 di lahan seluas 20 hektare.
Saat memasuki masa panen, produktivitas yang dihasilkan mencapai 5 ton/hektare berdasarkan ubinan. Jumlah itu pun sangat meningkat dibanding hasil sebelumnya yang sekitar 1,5 ton/hektare dan dipanen hanya sekali dalam setahun.
Masih menurut Nor, hal itu pun awalnya tak mudah dalam mengubah kebiasaan petani yang telah diterapkan selama puluhan tahun tersebut. Untuk itu perlu pendampingan secara terus menerus agar petani bisa menerima teknologi yang bisa berdampak pada penghasilan mereka.
Dalam mengenalkan varietas baru ini, para penyuluh bersama Balitbangtan harus membuat demplot. Dari demplot itu lalu para petani dapat melihat padi unggul yang memiliki umur pendek dan nilai ekonomis tinggi.
“Dari demplot itulah mereka percaya. Kalau kita hanya mengajak yuk tanam varietas unggul, mereka tidak akan percaya. Mereka akan berpikiran bahwa padi unggul itu menjualnya susah, harganya rendah dan rasanya kurang sesuai,” jelas Nor.
“Jika masih ada yang tetap ingin menanam varietas lokal, kita persilakan untuk konsumsi sendiri, namun varietas unggul patut dicoba dan hasilnya dijual, karena harga di pasaran juga cukup bersaing,” tambahnya.
Senada dengan Nor, Peneliti Balitbangtan, Dr. Susilawati menjelaskan, di Kalteng sendiri tingkat adopsi teknologi di tingkat petani berbeda-beda. Maka dari itu, perlu adanya pendampingan serta menyediakan demplot di setiap titik agar para petani merasa dekat dengan teknologi yang dihadirkan.
Teknologi yang dimaksud adalah pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) padi rawa yang disebut dengan RAISA (Rawa Insentif Super Aktual). Dalam RAISA, terdapat komponen teknologi yang sudah dihasilkan Balitbangtan seperti penggunaan varietas, penggunaan amelioran, sistem tata air, rekomendasi pemupukan serta pengendalian hama penyakit berdasarkan spesifik wilayah.
Berdasarkan hasil kajian khusus yang sudah dilakukan Balitbangtan di lahan rawa lima kabupaten di Kalteng, dari beberapa komponen RAISA, salah satu komponen teknologi yang sulit diadopsi petani ialah pengelolaan tata air. Sementara yang paling mudah diterima adalah varietas dan cara tanam jajar legowo.
“Untuk varietas unggul dan cara tanam jajar legowo hampir semua petani telah mengimplementasikannya secara mandiri, namun untuk pengelolaan air masih sulit diadopsi karena perlunya keterlibatan pihak lain dalam pembangunan infrastrukturnya,” ungkap Susi.
Olehnya, sebagai solusi, petani diminta untuk menyiapkan petakan dan pintu-pintu air melalui program padat karya. “Melalui Padat Karya kita bisa berdayakan petani. Mereka sudah memahami bagaimana tata air satu arah yang baik di lahan rawa, tapi kalau pintunya tidak tersedia seperti apa? Nah untuk itu harus lebih kita giring lagi mereka untuk dapat mengelola air dari petakan perorangan maupun petakan kelompok atau gabungan kelompok taninya,” pungkas Susi.
Terkait percepatan adopsi inovasi teknologi, Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong implementasi hasil riset di masyarakat.
“Target kita bukan hanya output tapi juga outcome, bagaimana teknologi itu bisa digunakan dan diterapkan serta bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,” tegasnya.
Hingga saat ini, Balitbangtan sendiri telah menghasilkan ratusan teknologi di bidang pertanian. Lebih dari 300 hasil riset tersebut telah mendapatkan paten dan didorong untuk dilisensi. Hasil riset Balitbangtan yang paling banyak dilisensi hingga kini adalah varietas tanaman. (*)