Mediatani – Empat unit kapal ikan cantrang di Selat Makassar berhasil diamankan Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP). Kapal-kapal tersebut ditangkap karena telah melanggar ketentuan operasional di Selat Makassar.
Selain pernah melakukan praktik penurunan bobot kapal (mark down), kapal-kapal tersebut juga terus beroperasi di Jalur II yang merupakan lokasi penangkapan ikan nelayan dengan mesin kapal dibawah 30 GT.
Awak kapal pengawas perikanan dari Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP pun berhasil membuat keempat kapal yang melanggar tersebut menjadi tak berkutik.
Tindakan tegas terhadap kapal-kapal yang melanggar ini tidak lepas dari komitmen Menteri Trenggono untuk terus menegakkan aturan main dalam rangka mewujudkan tata kelola perikanan yang berkelanjutan.
Dalam berbagai kesempatan yang ada, Menteri Trenggono juga sering menyampaikan bahwa sudah waktunya nelayan cantrang untuk beralih menggunakan alat penangkapan ikan yang lebih ramah lingkungan.
“Kami mengonfirmasi penangkapan empat kapal cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 Selat Makassar,” ujar Sekretaris Jenderal KKP yang juga merupakan Plt. Direktur Jenderal PSDKP, Antam Novambar.
Antam menyampaikan bahwa keempat kapal tersebut diamankan oleh KP. Hiu 07 pada Kamis (18/3/2021) saat gelar operasi di WPPNRI 713 tersebut.
Keempat kapal yang diamankan KP. Hiu 07 itu, yakni KM. Bagus Mina Barokah (118 GT), KM. Hasil Mina Yanfauna (59 GT), KM. Indi-1 (67 GT) dan KM. Puji Manunggal Sejati (88 GT).
Berdasarkan pemeriksaan dokumen yang dilakukan di atas kapal, tambah Antam, diketahui bahwa kapal-kapal tersebut telah melakukan pengukuran ulang, dimana sebelumnya keempat kapal tersebut melakukan praktik mark down untuk mengecilkan nilai pungutan perikanan.
“Kapal-kapal ini pernah melakukan manipulasi GT kapalnya,” ungkap Antam
Antam juga menegaskan bahwa upaya penertiban yang dilakukan terhadap para nelayan cantrang yang melakukan pelanggaran tersebut merupakan langkah preventif agar tidak semakin banyak gesekan dan eskalasi konflik dengan nelayan setempat. Keempat kapal tersebut saat ini telah di ad hoc ke Satwas SDKP Kotabaru Kalimantan Selatan.
“Ini juga langkah preventif agar tidak menimbulkan konflik horisontal,” ujar Antam.
Sementara itu, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada, Pung Nugroho Saksono juga menanggapi masih banyaknya praktik mark down yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Dia menekankan pentingnya dilakukan upaya penertiban terhadap praktik manipulasi ukuran kapal tersebut karena tindakan tersebut menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara di sektor perikanan.
“Praktik mark down ini perlu untuk segera ditertibkan,” tegas Ipunk.
Selain itu, Ipunk juga menyoroti Pemerintah Daerah di luar wilayah yurisdiksi yang melakukan praktik penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Hal tersebut menjadi salah satu potensi terjadinya gesekan horizontal antar nelayan.
Hal ini sesuai dengan hasil operasi yang dilakukan Kapal Pengawas Perikanan yang banyak menemukan adanya kapal yang Daerah Penangkapan Ikan (DPI)-nya berada di luar wilayah Pemerintah Daerah yang telah menerbitkan SIPI-nya.
“Harusnya Pemerintah Daerah menyepakati mekanisme Andon jika berniat melakukan penangkapan lintas wilayah kewenangan,” jelas Ipunk.
Di era Menteri Trenggono ini memang perlu tersu dilakukan berbagai upaya perbaikan tata kelola perikanan. Terkait bidang pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, KKP akan mengambil langkah tegas baik terhadap kapal asing maupun kapal Indonesia yang melakukan pelanggaran.
Perlu diketahui, selama tahun 2021, Ditjen PSDKP KKP telah menangkap sebanyak 46 kapal perikanan yang melanggar. Kapal-kapal itu terdiri dari 6 Kapal Ikan Asing berbendera Malaysia dan 40 kapal ikan berbendera Indonesia.