Mediatani – Serikat petani menyatakan penolakannya terhadap rencana Perum Bulog untuk mengimpor beras. Perusahaan yang mengurus tata niaga beras ini mengambil kebijakan tersebut sebagai Langkah antisipasi jika pasokan menipis.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan Undang-undang (UU) Pangan Nomor 18 Tahun 2012 telah menjelaskan aturan larangan impor pangan jika produksi pangan masih bisa disiapkan di dalam negeri.
Karena itu, Ia meminta agar Bulog fokus untuk menyerap beras yang diproduksi oleh petani. Pasalnya, Kementan telah menyatakan bahwa saat ini produksi beras dalam negeri masih cukup.
“Hari ini, produksi pangan, dalam hal ini beras, menurut Kementan produksinya cukup, sampai akhir tahun 2022. Jadi ya tidak bisa impor beras,” ungkap Henry, dilansir dari Detik.com, Selasa (22/11).
Masalahnya sekarang, tambah Henry, Bulog menyatakan bahwa cadangan beras yang ada di Bulog tidak memenuhi jumlah yang dipatok oleh pemerintah yakni 1,2 juta ton.
“Bulog belum memenuhinya. Ini kekeliruan. Bulog harus andalkan beras yang ada di tengah-tengah masyarakat,” lanjutnya.
Henry menuturkan, sampai hari ini pemerintah baru hanya mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Cadangan Pangan Pemerintah, bukan ada yang menjelaskan tentang cadangan pangan nasional. Jadi, catatan tentang jumlah cadangan pangan secara nasional belum ada.
Menurut Henry, Bulog belum menghitung cadangan pangan yang terdapat di pemerintah daerah, baik itu provinsi, kabupaten, dan kota. Padahal, harus diketahui berapa persis stok beras yang disimpan di setiap pemerintahan daerah.
Lebih lanjut Henry menjelaskan, Bulog juga belum menghitung cadangan pangan yang ada di tengah-tengah masyarakat, apakah beras yang disebut surplus berada di tengah masyarakat petani, atau justru berada di perusahaan besar dan korporasi swasta berar besar.
“Kita nggak tau, ada pemainnya atau tidak. Jadi tidak ada penjelasan, dengan tidak ada kebijakan pemerintah soal cadangan pangan daerah dan masyarakat,” lanjutnya.
Menurutnya, masalah yang terjadi ini juga disebabkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang kerjanya belum maksimal. Ia menilai Bapanas belum bekerja sebagai badan yang seharusnya mengambil otoritas dalam urusan cadangan pangan.
Padahal Bapanas mendapat mandat untuk menentukan kebijakan kecukupan pangan, impor atau tidak. Tugas tersebut justru dilakukan oleh Bulog.
“Jadi Bapanas belum melakukan otoritasnya, inilah kelemahannya sehingga masih menjadi simpang siur, polemik impor atau tidak impor, sayang sekali, sudah ada Bapanas. Bapanas idealnya untuk mengatasi problematik seperti ini,” keluhnya.
Di saat petani sudah kerja keras untuk berproduksi, lanjut Henry, Bulog dan Bapanas justru belum bekerja secara maksimal.
“Seharusnya pas panen raya memperbanyak gudangnya, bukan saat panen pertengahan atau panen kecil seperti sekarang,” pungkasnya.
Pada Minggu awal November, Bulog mencatatkan stok beras saat ini hanya 651.000 ton atau 9,9 persen dari stok beras nasional yang tersebar 6,71 juta ton.
Sementara Bapanas menyebut selain di Bulog, terdapat 3 juta ton atau 50,5 persen berada di rumah tangga, 1,4 juta ton atau 22,1 persen di penggilingan, 800.000 ton atau 11,9 persen di pedagang, 300.000 ton atau 5 persen di hotel, restoran, kafe, dan 37.000 ton atau 0,6 persen di Pasar Induk Beras Cipinang.