Tugas Besar di Balik Capaian Positif Sektor Pertanian Selama Pandemi

  • Bagikan
Sumber foto: 8villages.com

Mediatani – Sejumlah pencapaian yang telah ditorehkan oleh sektor pertanian belakangan ini rupanya menandakan bahwa sektor pertanian ini belum selesai menunaikan tugasnya. Sektor pertanian ternyata masih memiliki beberapa tugas yang segera mungkin harus dibereskan.

Setelah krisis moneter di tahun 1998, Untuk pertama kalinya pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2,07 persen pada 2020. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dari tujuh belas sektor dalam struktur PDB, 10 sektor mengalami kontraksi dan hanya tujuh yang mengalami pertumbuhan positif, salah satunya sektor pertanian yang tumbuh sebesar 1,75 persen.

“Jika sektor pertanian ini mengalami pemerosotan, maka pertumbuhan ekonomi dalam negeri pun akan mengalami pemerosotan karena besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi,” ucap Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto.

Meski terjadi pertumbuhan yang positif secara statistik, tetapi di baliknya masih ada masalah yang serius. Salah satunya di bidang sumber daya manusianya. Sekadar informasi bahwa sektor pertanian menampung tenaga kerja paling besar yaitu 29,75 persen. Di tinjau dari sisi pendidikan, sebagian besar tenaga kerjanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Dari segi umur, sebagian besar tenaga kerja tidak termasuk dalam kategori tenaga kerja usia produktif. 21,17 persen tenaga kerja di sektor pertanian berusia 60 tahun ke atas, 32,39 persen berusia 45 sampai 59 tahun, 29,15 persen berusia 30 sampai 44 tahun, dan hanya 17,29 persen tenaga kerja yang berada diusia kurang dari tiga puluh tahun.

Tidak hanya sampai disitu, masalah lainnya adalah harga yang selalu anjlok saat musim panen. Nilai tukar petani yang juga masih terbilang rendah. Di tahun 2020, nilai tukar petani memang mengalami peningkatan tipis dibanding dengan tahun sebelumnya. Tetapi kenaikan tersebut tidak mampu menjadikan nilai tukar petani menjadi lebih layak sehingga sektor pertanian belum bisa menjanjikan kesejahteraan petani.

Upah penghasilan petani juga tidak memperlihatkan adanya kenaikan yang signifikan atau masih berada dinilai yang sama. Kenaikan upah pendapatan para petani yang tergolong sangat kecil kemudian habis karena inflasi. Hal tersebut akan mengakibatkan terhadap rendahnya daya beli petani.

“Profesi buruh tani kemudian menjadi tak menarik, sehingga sebagian besar dari mereka pindah menjadi buruh bangunan yang upahnya lebih tinggi,” ungkapnya.

Merespon hal tersebut, Arif Satria selaku Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan bahwa hal yang pertama yang harus dilakukan adalah akurasi data stok beras, konsumsi dan produksi. Data tersebut dibutuhkan sebagai acuan untuk mengambil keputusan yang lebih baik.

“Lalu, pengembangan sistem nerasa produksi dan konsumsi untuk komoditas pertanian agar lebih presisi lagi,” kata Arif Satria.

Lanjut Arif, Tugas berikutnya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produktivitas dan mutu terhadap komoditas pertanian. Hal ini dianggap penting karena dilakukan melalui berbagai hal, mulai dari menjamin ketersediaan benih bermutu, penggunaan pupuk berimbang, pengendalian hama yang ramah lingkungan.

Selain itu, revitalisasi perkebunan serta hortikultura juga perlu dilakukan. Khususnya untuk kebun-kebun yang telah berusia tua juga produktivitasnya rendah. Meningkatkan standar mutu lewat registrasi kebun dan sertifikasi produk pertanian yang berorientasi pada nilai ekspor.

Lalu, dalam memanfaatkan perkembangan teknologi perlu dilakukan Modernisasi pertanian, pembangunan atau perbaikan terhadap irigasi untuk mendukung pasokan air, embung, dan bangunan air lainnya untuk mengoptimalkan lahan tadah hujan. Yang tidak kalah penting yaitu memperkuat aspek kelembagaan guna memperkuat basis produksi.

Karena tidak bisa berdiri sendiri, sektor pertanian juga perlu mendapat dukungan dari Pemerintah. Selain itu, masalah logistik harus segera dibereskan supaya hulu dan hilir bisa terjembatani dengan baik.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version