Mediatani – Masyarakat pertanian di Indonesia telah menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk organik sejak zaman dahulu. Pupuk kandang yang telah diolah mengandung berbagai unsur hara yang berguna terhadap kesuburan lahan pertanian dan juga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia.
Praktik agronomis dan juga ekonomis ini telah diterapkan oleh PT Widodo Makmur Perkasa Tbk (WMPP) sebagai bagian dari komitmen perusahaan terhadap ekonomi sirkular dalam bisnisnya secara jangka panjang.
Melalui inovasi teknologi yang mumpuni, WMPP melalui anak usahanya PT Pasir Tengah mengolah kotoran sapi dan unggas yang kemudian dijadikan bahan yang bermanfaat yang mampu menyokong kegiatan pertanian.
Kotoran cair yang diolah menjadi pupuk organik selanjutnya digunakan untuk keperluan rumah tangga sebagai pupuk untuk menanam tanaman rumahan seperti sayur-sayuran, tanaman hias dan juga tanaman untuk pakan ternak yang dilanjutkan sebagai suplai pakan ternak.
Penggunaan kotoran sapi yang telah diolah tidak hanya meningkatkan kebutuhan ternak akan nutrisi yang sesuai spesies, tetapi juga meningkatkan efektivitas biaya produksivitas perusahaan.
Pengolahan kotoran sapi yang hasilnya kemudian digunakan dalam proses produksi merupakan penerapan prinsip Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Repair (5R) dalam konsep ekonomi sirkular.
“Perusahaan mencurahkan perhatian dan komitmen yang besar terhadap penerapan praktik-praktik berkelanjutan. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menerapkan konsep ekonomi sirkular dalam operasional sehari-hari perusahaan,” ujar PT Widodo Makmur Perkasa, Tbk, Mega Nurfitriyana, Chief Executive Officer (COO).
Kotoran sapi milik WMPP dikelola secara mandiri di Instalasi Pengolahan Air (IPAL) yang dibangun sesuai ketentuan yang berlaku. Jenis limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dikelola oleh WMPP dengan pihak ketiga.
“Semua itu dilakukan agar perusahaan meminimalisir dampak lingkungan dari operasinya,” tambah Mega.
Solusi alternatif
Selain ramah lingkungan, penggunaan pupuk organik terbukti dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pupuk kimia. Terlebih harga pasar dunia untuk pupuk terus meningkat akibat konflik antara Rusia dan Ukraina. Pupuk organik berbahan kotoran sapi pun menjadi salah satu pilihan yang dapat memberikan solusi bagi petani.
Mega menjelaskan, kotoran sapi dan unggas yang diolah menjadi pupuk organik baik digunakan melalui kerjasama dengan petani maupun dalam skala industri. Kotoran ternak perusahaan sudah lama digunakan untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian atau perkebunan, baik skala kecil maupun besar.
Selain kotoran sapi, WMPP juga memproduksi pupuk organik dari olahan kotoran unggas. WMPP memiliki Rumah Potong Unggas (RPHU) yang mampu menyembelih 12.000 ekor per jam. Limbah kotoran unggas dari RPHU terbesar di Indonesia merupakan sumber nutrisi tanah yang kaya bagi perusahaan.
Pupuk organik yang berasal dari olahan limbah unggas juga disalurkan kepada para petani mitra WMPP, seperti petani sayuran di wilayah Dieng atau Wonosobo Jawa Tengah.
“Dengan demikian, hampir tidak ada limbah ternak yang tidak dimanfaatkan dengan baik,” kata Mega.
Penelitian biopelet
Upaya WMPP dalam mengolah kotoran ternak tidak terbatas pada pemanfaatannya sebagai pupuk organik. Saat ini WMPP sedang mengembangkan pengolahan kotoran ternak menjadi bio-CNG (biomethane-compressed natural gas) sebagai bagian dari penerapan energi terbarukan perusahaan.
WMPP sedang membangun pabrik pengolahan bio-CNG di Cianjur untuk mengolah kotoran sapi dan pengolahan daging menjadi bahan bakar, dengan kapasitas hingga 300 ton per hari. Bekerja sama dengan peneliti peternakan dan pertanian terkemuka, WMPP juga menyelidiki biopelet yang dapat menjadi bahan bakar terbarukan lainnya. Bio-pellet ini merupakan material yang ditinggalkan oleh bio-CNG dalam bentuk lumpur.
“Mudah-mudahan bahan bakar terbarukan ini dapat menggantikan batu bara di masa mendatang. Kami juga berharap seluruh inisiatif ekonomi sirkular ini dapat membantu mencegah efek rumah kaca dalam jangka panjang,” ujar Mega.