Mediatani – Sebagai negara agrartis, sektor pertanian menjadi fondasi kekuatan utama Indonesia. Lahan yang tersedia di seluruh wilayah Provinsi semuanya bisa dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam.
Karena itu, sebagai warga negara Indonesia kita juga patut bersyukur karena Tuhan telah memberikan anugerah kepada Indonesia berupa alam dan iklim yang sangat mendukung. Dengan kelebihan ini, sektor pertanian ini mampu menjadikan bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang besar.
Dilansir dari detik.com, memasuki usianya yang ke 76 tahun ini, rupanya Indonesia masih belum bisa bertransformasi menjadi Negara Digdaya dalam sektor pertaniannya.
Hal ini karena Indonesia dinilai masih kalah jauh jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asean terlebih lagi pada tingkat Dunia. Negara Indonesia masih kalah dalam beberapa hal, seperti produktiftas, teknologi, kualitas, industrilisasi, penguasaan terhadap pasar dan juga pada sumber daya manusianya.
Terkait hal ini, M. Hadi Nainggolan selaku Founder dari #TaniMillenial dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa Indonesia harus bergerak lebih untuk fokus dalam membenahi segala hal-hal yang dianggap urgent dan berkaitan dengan perkembangan zaman.
“Upaya ini tidak bisa dikerjakan oleh Pemerintah sendiri, harus membangun kolaborasi yang solid dengan berbagai pihak yang kompeten dalam bidang pertanian,” ungkap M Hadi Nainggolan.
Hadi menyebutkan, setidaknya ada tiga fokus yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk merespon upaya menuju Indonesia yang siap menjadi “Kiblat Industri Pertanian Dunia”.
Fokus yang pertama, adalah reformasi pada bidang Sumber Daya Manusia (SDM) pertaniannya. SDM menjadi dasar sebuah kemajuan yang berlaku pada bidang apa saja, apalagi pada sektor pertanian.
Berdasarkan data dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian pada bulan April 2020, tercatat hanya sebanyak 2,7 juta orang petani muda yang ada di Indonesia dengan kisaran usia 20-39 tahun.
Ini menjelaskan bahwa dari total petani yang ada di Indonesia atau sebanyak 33,4 juta orang, hanya sekitar delapan persen saja yang tergolong pada kategori petani muda.
Sisanya yang lebih dari sembilan puluh persen itu adalah petani yang usianya sudah tua. Melihat data tersebut, maka sangat perlu adanya regenerasi petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia.
Fokus kedua, yaitu Integrasi Mekanisasi, Teknologi dan Digitaliasi Pertanian. Hal ini uperlu dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan produktifitas. Tapi saat ini itu saja tidak cukup, harus ada koneksi yang dilakukan dengan flatform digital sebagai pusat data dan perencanan yang lebih terukur.
Sejumlah daerah mungkin telah sukses menerapkan mekanisasi pertaniannya. Tetapi untuk saat ini belum adanya konektivitas data yang terintegrasi dalam menghubungkan antar daerah dengan daerah lainnya. Inilah salah satu penyebab harga sebuah komiditi bisa anjlok, karena musim tanamnnya sama tetapi jadwal panennya berbeda-beda.
Ketiga, membangun industri hilir pertanian berbasis pasar. Ini adalah salah satu tantangan paling besar Indonesia, karena sampai saat ini indonesia masih lebih banyak mengekspor bahan baku hasil pertanian ketimbang mengekspor dalam bentuk produk jadi yang siap di komsumsi atau pakai konsumen.
Kunci “pasar hasil pertanian” ada disini. Berapa banyak ekspor hasil pertanian indonesia yang akhirnya masuk lagi menjadi produk jadi impor kedalam negeri, yang ujung-ujungnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Tiga fokus pemerintah dalam sektor pertanian diatas sejatinya harus dikerjakan dengan terencana, terukur, detail dan tuntas. Upaya ini juga perlu melibatkan berbagai komponen Bangsa, mulai dunia usaha, perguruan tinggi dan lainnya.
“Kita dari dunia usaha yakin Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh,” pungkas Hadi Nainggolan.