Memahami Zakat Pertanian Dalam Islam

  • Bagikan
Mediatani – Zakat pertanian merupakan sesuatu yang jarang difahami oleh banyak orang. Selain jumlah petani yang semakin berkurang, zakat pertanian sangat jarang dibahas di kalangan petani. Dari dasar tersebut kali ini redaksi mediatani mencoba membahas tentang Zakat Pertanian dan segala yang berkaitan dengannya dari berbagai sumber.
Ilustrasi Zakat Pertanian -[www.islam.ru]
Zakat Hasil pertanian merupakan salah satu jenis Zakat Maal, obyeknya meliputi hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.

Allah swt berfirman dalam surah Al-An’am, ayat 141: “Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. 6:141)

Lantas, Bagaimana cara menghitung Zakat Pertanian itu seperti apa? Ust. Abdul Rochim, LC. MA dalam sebuah laman zakat dompet dhuafa menjawab pertanyaan serupa. Berikut jawaban beliau mengenai Cara menghitung Zakat Pertanian:

Sebagian besar ulama sepakat bahwa nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq. Sedangkan sebagian ulama hanafiah berpendapat bahwa zakat pertanian tidak memerlukan ketentuan nishab. 5 wasaq sendiri bila dihitung dengan kilogram, para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah pendapat syaikh Yusuf Al-Qardhawi bahwa 5 wasaq itu kurang lebih = 653 kg.

Adapun terkait dengan pengeluaran zakat pertanian, apakah dikeluarkan hasil bersih atau hasil kotor, ulama syafi’iah berpendapat bahwa zakat pertanian dikeluarkan dari hasil kotor. Hasil kotor disini maksudnya adalah; tanpa dikurangi hutang, beban biaya dan sebagainya. Nilai panen x nilai wajib zakat.
Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa zakat pertanian dikeluarkan setelah dikurangi hutang bila petani itu harus berhutang untuk membiayai pertaniannya. Tentu saja syaratnya ia tidak memiliki uang atau harta lain yang berlebih yang bisa ia gunakan untuk membayar hutang. Apabila ia memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok, walau pun berbentuk property, maka hutang itu tidak menjadi pengurang kewajiban zakat.

Wallahu’alam, semoga kita semua tetap dalam lindungan-Nya dan diberkahi rezeki berlimpah dari lahan pertanian kita.

  • Bagikan