Antara Indeks Keberlanjutan dan Ketahanan Pangan Terbukti Berbeda, Ini Faktanya

  • Bagikan

Mediatani – Pernyataan status ketahanan pangan nasional yang merujuk pada food sustainable Index. Merespon hal tersebut, Arif Satria selaku Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), memberikan klarifikasinya atas pernyataan tersebut. Arif menyampaikan bahwa pernyataan tersebut hanya menjadi materi biasa yang diambil dari majalah economic melalui index pembanding yaitu Global Food Security Index.

“Nantinya akan ada data index yang terkait dengan keberlanjutan pangan dan ketahanan pangan. Selanjutnya, untuk yang menjadi indikator ketahanan pangan, Indonesia memang unggul dari negara lain,” ujar Arif.

Saat menjadi pemateri pada kuliah umum di Kampus Universitas Syekh Kuala Banda Aceh, Arif memaparkan tentang indeks ketahanan pangan yang berbeda terhadap indeks keberlanjutan pangan sebab keduanya mempunyai indikator yang berbeda.

Indeks ketahanan pangan bisa diukur berdasarkan empat kelompok indikator, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, keamanan, dan kualitas serta ketahanan sumber daya alam. Sedangkan disisi Indeks keberlanjutan pangan telah diukur berdasarkan tiga kelompok indikator yakni penyusutan dan limbah pangan (food loss and waste), beban masalah gizi dan pertanian perkelanjutan.

“Kedua indeks tersebut telah diterbitkan oleh The Economist Intelligence Unit, dan juga indeks yang terbaru ini berasal dari data pada tahun 2018 dan 2019. Hal ini berarti, kedua Indeks ini menjadi gambaran situasi di tahun tersebut,” ucapnya.

“Sejauh ini sektor pertanian telah mampu membangkitkan ekonomi nasional dengan pertumbunan signifikan, yakni 2,59 persen. Angka tersebut dinilai mengembirakan karena pertumbuhan tersebut terjadi saat sektor lainya mengalami keterpurukan,” kata Arif saat sesi kuliah umum yang berlangsung pada hari Sabtu, 20 Februari 2021.

“Hal itu mendefinisikan tentang peran pada sektor pertanian yang kini menjadi sektor penyelamat terhadap ekonomi nasional. Dengan demikian, pertanian itu merupakan lokomotif ekonomi Indonesia. Sehingga, kita semua wajib bekerja bersama,” katanya.

Tidak hanya itu, Arif juga merasa sangat bangga sebab kegiatan ekspor pertanian mengalami peningkatan sebesar lima belas persen. Utamanya, kenaikan ini terealisasi ketika seluruh negara yang ada di dunia tengah mengalami krisis yang berkepanjangan dikarenakan pandemi virus Covid-19.

“Makanya kita harus memperkuat ketahanan pangan, karena sejauh ini sektor pertanian telah menjadi tulang punggung dalam upaya memulihkan perekonomian dalam negeri,” katanya.

Merespon hal ini, Arif juga menghimbau kepada seluruh peneliti, dosen, mahasiswa, para petani dan juga semua pihak yang telah terlibat pada proses pembangunan bangsa guna memberikan kontribusi yang nyata untuk penguatan kekuatan di sektor pertanian khususnya di Indonesia.

“Saya tentunya berharap semua orang segera mungkin berlari untuk mengejar ketertinggalannya. Itulah sebabnya mengapa mindset menjadi sangat penting agar membuat sebuah perubahan. Nah, Saya sangta yakin bahwa di Indonesia untuk bisa membangun sektor pertanian menjadi negara yang menduduki puncak dibutuhkan keseriusan dalam berlatih, belajar, mengatur strategi dan tekad kuat. Sebab itu pembangunan Agro Maritim di era teknologi 4.0 menjadi jauh lebih penting,” katanya.

Sekadar informasi, dari data Global Food Security Index (GFSI) pada tahun 2019 lalu menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 62 lebih tinggi dibanding Ethiopia dengan peringkat 91 (49,1 indeks). Kemudian Pakistan peringkat 78 (56,8 indeks), India peringkat 72 (58,9 indeks). dan Filipina peringkat ke 64 (61 indeks)

Sebagai informasi tambahan, dilansir dari wikipedia.org Indeks pertanian adalah salah satu indeks saham di Bursa Efek Indonesia yang berbasis di bagian usaha pertanian. Usaha-usaha yang kemudian tercantum adalah usaha di bidang Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan bidang usaha lainnya yang berbasis di bagian Pertanian. Ada 14 perusahaan yang tercantum di indeks Pertanian.

  • Bagikan