Mediatani.co – Pada saat acara panen padi di Desa Mandala Sari, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur tanggal 11 November 2017, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan “Dulu kita ragu bisa swasembada pangan. Tapi beberapa hari lagi tepatnya 31 Desember 2017, kita bisa gaungkan swasembada empat komoditas pangan beras, cabai, jagung dan bawang dalam waktu bersamaan,”.
Namun awal tahun 2018 ternyata harga beras medium di pasar merangkak naik. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras medium di pasar-pasar tradisional DKI Jakarta terpantau telah menyentuh Rp.13.300 hingga Rp.14.050 per kilogram, pada Kamis (11/01).
Melihat kenaikan harga beras, Pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah Impor demi mengamankan pasokan beras nasional. Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengatakan sebanyak 500 ribu ton beras akan segera didatangkan dari Thailand dan Vietnam pada akhir Januari ini.
Mendag menjelaskan, beras yang akan diimpor adalah beras kualitas khusus yang tidak ditanam di Indonesia. Jenis beras tersebut memiliki spesifikasi bulir patah di bawah lima persen. Meski masuk dalam golongan beras khusus, Enggartiasto memastikan komoditas pangan utama itu akan dijual dengan harga beras medium.
Menanggapi itu, Fary Francis Ketua Umum Pemuda Tani Indonesia mempertanyakan, “Kenapa bisa terjadi perbedaan data antara Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan? Menteri Pertanian yakin Indonesia surplus beras, sementara Menteri Perdagangan khawatir kekurangan pasokan beras? Sehingga muncul pertanyaan besar, apakah benar kita sudah swasembada beras?”.
Fary juga menyayangkan sikap pemerintah yang mengambil langkah Impor beras, sebab bulan Februari dan Maret 2018 ini kita akan memasuki Panen raya. “Seharusnya impor tidak dilakukan, bila nanti impor menyebabkan harga gabah dan beras petani jatuh, siapa yang akan bertanggung jawab?, sementara BULOG tidak mampu menyerap seluruh Gabah/Beras petani dan saat ini Harga Pembelian Pemerintah (HPP) juga sangat rendah, kalo begini bagaimana petani bisa sejahtera?”, ujar Fary.
Ditengah waktu yang berdekatan dengan panen raya ini, “Kami mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan impor beras, dan menyerukan kepada semua elemen untuk menolak impor beras demi kesejahteraan petani. Kami Pemuda Tani Indonesia menekankan bahwa kami menolak impor beras”, Tegas Fary.
Fary juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan Petani, “yang menjadi pertanyaan serius kita semua adalah apakah Presiden Jokowi berpihak kepada petani?”, tutup Fary yang juga menjabat sebagai Wakil ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).*