Apartemen Ayam: Peternakan Berbasis Teknologi 4.0, Gubernur Jabar Siap Terapkan pada Petani Milenial

  • Bagikan
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil saat meninjau peternakan ayam yang memanfaatkan teknologi 4.0 di Desa Cibodas, Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Minggu (7/3/2021)/Via Tribun jabar/IST

Mediatani – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meninjau peternakan ayam yang memanfaatkan teknologi 4.0 di Desa Cibodas, Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Minggu (7/3/2021).

Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, menyebut peternakan tersebut dengan apartemen ayam. Meski tampak berbeda dengan bentuk peternakan ayam pada umumnya, apartemen ayam ini memiliki lima lantai dengan struktur yang kokoh seluas total 40 meter persegi.

“Saya melihat sebuah terobosan visi bertani atau beternak dengan teknologi 4.0, ini sebuah struktur 40 meter persegi berlantai lima,” kata Kang Emil seperti yang dikutip, Senin (8/3/2021), dari situs jabar.tribunnews.com

Apartemen ayam ini pun diketahui dapat menampung hingga lima ribu ayam. Peternakan yang dikembangkan oleh warga ini terlihat bersih dan tidak menimbulkan bau.

“Persepsi bahwa peteranakan ayam itu harus satu lantai, jorok, bau, sekarang hilang oleh teknologi karena semuanya dengan 4.0,” ujar Kang Emil.

Bahkan untuk menaburkan makanan dan minum untuk ayam pun diatur oleh sebuah alat yang dapat dikendalikan dari jarak jauh. Tak hanya itu, kotoran ayam juga langsung difermentasi sehingga menghasilkan nilai ekonomis.

“Meneteskan minuman dan kasih makanan ayam pake 4.0, kotorannya juga ditarik oleh sebuah motor yang diatur oleh 4.0, nanti kotorannya difermentasi jadi nilai ekonomi juga,” jelas Kang Emil.

Rencananya, sambung Kang Emil, teknologi apartemen ayam ini akan diaplikasikan pada program petani milenial. Nantinya, peternakan ayam akan digarap oleh para pemuda dan hasil panennya sudah dipastikan akan dibeli.

“Jadi program petani milenial ini tidak usah cari pembeli tapi dimulai dari pembelinya sanggup berapa,” tutur dia.

Kang Emil mengatakan bahwa pihaknya telah menjalin kesepakatan dengan salah satu offtaker (pembeli) yang siap membeli hasil panen sekitar dua juta ekor ayam per bulan. “Pemda Provinsi Jabar sudah deal dengan salah satu offtaker sejumlah hampir 2 juta ayam per bulan,” ucapnya.

Untuk penyediaan dua juta ekor ayam itu dibutuhkan 400 apartemen ayam yang akan disebar di berbagai titik dengan harga setiap apartemen ayam sekitar Rp 150 juta. “Kurang lebih membutuhkan 400-an titik seperti ini dengan modal Rp 150 jutaan,” kata Kang Emil.

Kang Emil optimis program petani milenial itu dapat mengurangi pengangguran, mewujudkan kemandirian ekonomi, dan menjaga ketahanan pangan.

“Insyaallah setelahnya, bisa hidup mandiri, tidak usah selalu jadi karyawan, kita kembali ke desa untuk berbisnis pertanian peternakan,” ucapnya.

Sementara itu, di berita yang lain, berawal dari keresahan seorang warga Desa Kebaman Srono, Banyuwangi I Gusti Bagus Haryasa muncul ide untuk memanfaatkan kotoran atau limbah ternak.

Dengan ide kreatifnya ia mampu menyulap benda yang kera dianggap menjijikkan itu menjadi media budidaya cacing dan menghasilkan pundi rupiah hingga Rp 5 juta setiap bulannya.

Menurutnya budidaya cacing menjadi solusi yang pas untuk memanfaatkan feses (sapi) karena budidayanya pun juga mudah. Syarat budidaya cacing hanya satu, yaitu cacing harus diberi makan.

“Awalnya, kami berminat usaha ini karena melihat suatu permasalahan pada limbah ternak. Bingung untuk bagaimana memanfaatkannya. Akhirnya untuk budidaya cacing,” kata pemilik Rumah Cacing Siti Jenar ini, Minggu (7/3/2021) yang dikutip, Senin (8/3/2021) dari situs suarajatimpost.com.

Dalam budidaya ini, dirinya memilih cacing jenis Lumbricus Rubelus dan jenis African Night Crawler (ANC). Menurutnya dua jenis cacing tanah ini memiliki berbagai manfaat. Selain menjadi bahan pakan ternak, juga bermanfaat untuk di jadikan bahan baku obat-obatan.

Bagus mengungkapkan untuk perawatan budidaya cacingnya ini, dia membutuhkan 600 kilogram kotoran sapi per satu kwintal cacing sebagai makanan.

“Untuk memberi makan, pakai kotoran sapi yang sudah didiamkan selama semalam. Karena cacing itu tergolong hewan rakus, satu kwintal butuh 600 kilogram kotoran sapi,” jelasnya.

Usia panen cacing rata-rata tiga bulan sejak benih cacing ditanam. Asik dalam budidaya cacing, menurut koordinator pebudidaya cacing Banyuwangi ini, tanam benih cacing cukup satu kali saja.

“Setelah panen pertama, selanjutnya setiap bulan panen tanpa menanam benih lagi. Jadi cukup sekali saja benih kita tanam Selanjutnya tinggal panen,” imbuhnya.

Dari panen cacing itu, Bagus bisa meraup penghasilan setiap bulan sekitar Rp 2 juta, dengan harga jual Rp 20.000/per kilogram. Selain pemasukan dari panen cacing, media cacing yang berbahan kotoran hewan tersebut juga bisa dijual untuk pupuk organik dengan harga Rp 10.000 per 45 kilogram.

Komposnya atau pupuk organik tersebut sudah dingin dan siap pakai. Sehingga petani tinggal mengaplikasikanya di lahan pertaniannya.

“Sehingga perbulan total saya mendapatkan bisa berpenghasilan hingga Rp 5 juta dari penjualan cacing dan kascing (sebutan kompos media cacing),” pungkasnya.

  • Bagikan