Mediatani – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut larangan ekspor benih lobster melalui Permen KP Nomor 12 tahun 2020 yang terbit dua bulan lalu. Namun untuk menjadi eksportir, ada sederet syarat yang harus dipenuhi. Mulai dari kemampuan berbudidaya hingga komitmen menggandeng nelayan dalam menjalankan usaha budidaya lobster.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengajak masyarakat untuk melihat Permen KP Nomor 12 tahun 2020 tidak hanya dari sisi ekspor benih lobster. Karena lahirnya permen tersebut untuk mendorong budidaya lobster nasional yang selama ini terhambat karena larangan mengambil benih lobster.
Edhy Prabowo, menyebut dibukanya kembali ekspor benih lobster dilakukan semata demi menyejahterakan rakyat. Ekspor benur merupakan aktivitas terlarang di era Menteri KKP, Susi Pudjiastuti.
“Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan,” kata Menteri Edhy dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Minggu (5/7/2020). Kebijakan yang kembali menginzinkan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Regulasi ini mengatur pengelolaan hasil perikanan seperti lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajunfan (Portunus spp.).
“Yang paling penting, izin itu dibuat untuk kesejahteraan, manfaat atau tidak ke masyarakat,” ujar Edhy. Edhy menegaskan, tidak menutupi apapun dalam kebijakan ekspor benih lobster. Sebelum melegalkan ekspor benih lobster, KKP telah melakukan kajian mendalam lewat konsultasi publik. “Ekspor ini tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan. Karena penangkap benihnya kan nelayan. Terdapat 13.000 nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster,” kata Edhy.
Namun, sejumlah pihak menilai pembukaan ekspor benih bening lobster (BBL) oleh pemerintah hanya menguntungkan secara sesaat dan rawan penyimpangan jika tidak diikuti dengan pengawasan yang ketat.
Pengamat perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonvitner melihat ekspor BBL bukanlah agenda yang begitu mendesak sektor perikanan. Menurutnya, potensi ekspor BBL sebenarnya menguntungkan bagi nelayan penangkap dan eksportir dalam jangka pendek saja.
“ini soal pendapatan negara. Ketika lobster dewasa sudah berkembang dan pendapatan bisa melalui eksport dewasa saja, sehingga tidak lagi melalui penerimaan dari eksport benih, agar jangka panjang losbter Indonesia dapat bersaing,” tuturnya.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhudan mengatakan agar Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo untuk tidak gegabah dalam melakukan ekspor benih.
Menurutnya, tata kelola yang sudah disusun Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Republik Indonesia beserta berbagai petunjuk teknis lainnya terindikasi dilanggar oleh eksportir.
“Mestinya ada pengecekan lapangan terlebih dahulu.Hal ini untuk memastikan perusahaan tersebut telah melakukan budidaya, cek lokasi KJA [keramba jaring apung], cek kelompok nelayan yang sudah dapat legalitas dan cek apakah sudah melakukan panen secara berkelanjutan,” terangnya.