Mediatani – Secara garis besar kata migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain yang melewati batas administratif.
Migrasi sendiri terbagi 2 jenis, yakni migrasi nasional (yang tidak melewati batas negara) dan migrasi internasional (yang melewati batas negara).
Fenomena imigran saat ini cukup membuat keberadaan mereka diibaratkan pedang bermata dua yang satu sisi dibutuhkan dan satu sisi tidak diinginkan. Mereka (imigran) bermigrasi karena berbagai alasan yang paling utama ialah masalah ekonomi dan masalah keamanan.
Migrasi dipandang sebagai proses untuk menyesuaikan dengan tempat tinggal atau mengganti dengan tempat lain yang lebih baik dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan.
Kota dianggap sebagai tujuan utama untuk bermigrasi, karena kota lebih banyak memberikan peluang bagi penduduk yang bermigrasi dibandingkan di daerah asalnya.
Kota Makassar sebagai salah satu kota menuju kota metropolitan di provinsi Sulawesi Selatan, dimana 17 persen penduduk Sulawesi Selatan tinggal di kota Makassar dan pembangunan berkembang pesat, sehingga menjadi idaman bagi para pendatang.
Sebagai ibukota provinsi. Kota Makassar memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu 4,65 persen dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan.
Laju pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami peningkatan lima tahun terakhir (2017) diikuti dengan meningkatnya migrasi penduduk hingga 4.8 persen dengan jumlahnya mencapai 32.234 jiwa dari antar kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan 60.281 jiwa dari luar provinsi Sulawesi Selatan.
Jumlah tersebut semakin besar karena ditambah dengan adanya warga negara asing sebanyak 1.996 yang tinggal di Kota Makassar. Sementara Kota Makassar hanya memiliki luas 175,8 km2 dan memiliki kepadatan penduduk 6630 jiwa per km.
Hal yang mempengaruhi masyarakat untuk melakukan migrasi masuk ke Kota Makassar adalah karena mendapat pengaruh dari beberapa variabel yakni tingkat upah, tingginya investasi dan kesempatan kerja di Kota Makassar.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di Kota Makassar juga menyebabkan meningkatnya pula aktivitas ekonomi dan kebutuhan akan pemukiman. Kedatangan para migran ini dimaksudkan untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha.
Untuk memenuhi kebutuhan akan permintaan ini, masyarakat setempat terdorong untuk memanfaatkan potensi yang ada yaitu melaksanakan alih fungsi lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal sementara (Kos) atau menjadikan tempat usaha yang lebih menjanjikan.
Berdasarkan data BPS, saat ini Kota Makassar hanya memiliki luas pertanian padi seluas 2.636 Ha. Tentunya hal seperti ini akan mempengaruhi ketergantungan pemerintah terhadap daerah lain dalam memenuhi kebutuhan pangannya.
Akibat dari semua ini, luas lahan non pertanian terus mengalami peningkatan sedangkan lahan pertanian mengalami penyusutan rata-rata 33 hektar pertahunnya menurut data BPS Sulawesi Selatan pada tahun 2021.
Motif dilaksanakannya konversi lahan ini juga disebabkan oleh upaya untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal penduduk dan agar meningkatkan pendapatan pemilik lahan melalui alih usahanya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa migrasi merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap alih fungsi bangunan terhadap penduduk di Kota Makassar.
Pertumbuhan ekonomi (PDRB), pertumbuhan migrasi dan pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap dampak alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kota Makassar.
Oleh karena itu, sudah selayaknya pembuat kebijakan melakukan regulasi peraturan masalah kependudukan mengingat tingginya laju migrasi yang masuk ke Kota Makassar serta kecilnya luas wilayah yang dimiliki agar tidak terjadinya kelebihan populasi (overpopulation).
Kemudian salah satu dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat ialah ketika produksi hasil pertanian semakin menurun, tentu saja bahan-bahan pangan di pasaran akan semakin sulit dijumpai.
Hal ini tentu saja akan dimanfaatkan sebaik mungkin bagi para produsen maupun pedagang untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Maka tidak heran kalau setelah itu harga-harga pangan tersebut menjadi mahal.
Diketahui bahwa dengan adanya keberadaan lahan pertanian juga dapat membuat air hujan termanfaatkan dengan baik, sehingga mengurangi efek penyebab banjir di saat musim penghujan tiba.
Sebaiknya, alih fungsi lahan harus disesuaikan dengan konsep Pangngaderreng, karena menghilangkan fungsi lahan untuk kegiatan sosial dan religius menjadi kepentingan ekonomis semata sangat berdampak bagi masyarakat maupun pemilik untuk kedepannya.