Baru 6.000 Petani Blora yang Daftar, Asuransi Usaha Pertanian Minim Peminat

  • Bagikan
Gambar ilustrasi: petani menanam padi di sawah.
ilustrasi: petani menanam padi di sawah.

Mediatani – Minat petani di Kabupaten Blora untuk mengikuti asuransi pertanian masih tergolong rendah. Dari ratusan ribu petani yang ada, hanya sekitar 6.000 petani di dua kecamatan yang telah terlibat dalam program ini. Padahal, asuransi pertanian dapat menjadi solusi penting di tengah risiko gagal panen yang kerap menghantui.

Bupati Blora, Arief Rohman, menyayangkan rendahnya partisipasi petani dalam program asuransi ini. Menurutnya, asuransi pertanian adalah salah satu alternatif yang bisa melindungi petani dari kerugian saat gagal panen terjadi. “Asuransi pertanian sudah ada, tetapi sayangnya, respons dari masyarakat masih kurang maksimal,” ujar Arief.

Ia menekankan perlunya sosialisasi yang lebih intensif agar petani semakin memahami manfaat besar dari asuransi ini.

Kondisi saat ini, di mana ancaman gagal panen semakin tinggi terutama saat musim kemarau, seharusnya menjadi momen penting untuk mendorong kesadaran petani tentang pentingnya asuransi.

“Dengan adanya ancaman gagal panen yang tinggi, asuransi pertanian bisa menjadi solusi yang efektif,” tambahnya.

Kepala Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (DP4) Blora, Ngaliman, menambahkan bahwa sebagian besar petani belum melihat nilai dari mengasuransikan lahan mereka.

Dari data yang ada, baru sekitar 6.000 petani yang mengikuti asuransi pertanian di dua kecamatan, yakni Kecamatan Cepu dan Kedungtuban.

Ngaliman menjelaskan bahwa ada salah paham di kalangan petani yang menganggap asuransi hanya sebagai beban biaya tambahan. “Padahal, dengan ikut asuransi, petani mendapatkan jaminan perlindungan jika mengalami gagal panen,” tegasnya.

Biaya premi yang ditawarkan juga sangat terjangkau, yaitu hanya Rp36.000 per hektare per musim tanam, berkat subsidi dari pemerintah pusat.

Ketika terjadi gagal panen, petani yang sudah ikut asuransi akan mendapatkan klaim sebesar Rp 5 juta hingga Rp 6 juta per hektare. “Kami sudah beberapa kali melakukan klaim dan semuanya terealisasi,” ungkap Ngaliman.

Meski demikian, masih banyak petani yang merasa optimistis akan panen dan enggan membayar iuran, yang sebenarnya cukup murah jika dibandingkan dengan perlindungan yang mereka dapatkan.

Sosialisasi yang lebih intensif dan edukasi yang tepat sasaran diharapkan dapat meningkatkan minat petani terhadap asuransi pertanian, sehingga mereka lebih siap menghadapi risiko gagal panen di masa depan.

  • Bagikan