Mediatani – Bau kandang menjadi salah satu permasalahan yang muncul pada peternakan ayam broiler. Bau yang menyengat ini kemudian kerap menjadi penyebab munculnya masalah sosial karena adanya komplain dari masyarakat sekitar.
Untuk mengatasinya, selama ini peternak ayam harus membeli penyemprot bau kotoran ayam dengan harga yang mahal. Namun, seiring berkembangnya teknologi, peternakan ayam modern pun kini kian berkembang.
Saat ini peternakan ayam modern ini banyak menggunakan sistem kandang tertutup atau closed housed. Sebab, sistem ini dinilai ramah lingkungan dan menjamin keamanan ternak secara biologis.
Seperti halnya yang dikembangkan Kelompok Bakti Tani di Kampung Gunung Dahu, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Peternakan ayam itu menggunakan kandang dengan sistem close house di lahan pribadi seluas 72×10 meter sejak 2019.
Pemilik peternakan ayam pedaging atau broiler Acang mengatakan, kandang close house adalah jenis kandang yang ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan bau dan mengganggu warga sekitar.
Menurutnya, model kandang closed housed sangat cocok diterapkan di daerah beriklim tropis. Karena itu, kandang ini dinilai cocok dikembangkan di wilayah Kabupaten Bogor.
Beberapa manfaat lain yang sangat dirasakan dengan menggunakan kandang close house, yakni kepadatan ayam menjadi lebih efisien, kondisi pertumbuhan bobot ayam merata serta angka kematian terhadap ayam menjadi lebih rendah karena suhu ruang dapat dikontrol.
Selain dapat memaksimalkan kuantitas, kandang tertutup juga bisa membuat ayam yang diproduksi lebih berkualitas karena tidak mudah stres. Berbeda dengan kandang sistem terbuka, ayam kerap dipengaruhi oleh keadaan di luar kandang.
“Kandang close house atau tertutup bisa menjamin keamanan ayam. Didalam kandang terdapat pengaturan ventilasi udara yang baik. Sehingga dapat mengurangi stres pada ternak dan ayam bisa tetap nyaman,” tuturnya dilansir dari finance.detik.com, Selasa (26/10).
Kandang close house milik Acang merupakan hasil dari program Mitra Binaan Antam UBPE Pongkor. Dimana, program pengembangan peternakan ayam ini dipilih sebagai dukungan untuk para mantan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) dalam mendapatkan mata pencaharian alternatif.
Dengan menggunakan kandang close house yang terdiri dari dua lantai, Acang bisa mendapatkan omzet yang terbilang cukup menggiurkan.
Dari sekitar 26-27 ribu ekor yang dipelihara dengan masa panen rata-rata dari 25-35 hari, ia telah melakukan panen sebanyak 15 kali sejak digagas pada 2019 lalu.
“Usaha ternak ayam saya menggunakan peternakan system kemitraan. Untuk setiap panen, saya terima keuntungan Rp 1.500 per ekornya. Adapun keuntungan bersih rata-rata per periode panen yaitu bisa mencapai Rp 40 juta,” ungkapnya.
Pengembangan peternakan ayam broiler ini diharapkan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi para pemuda di wilayah tersebut. Selain itu, limbah kotoran ayam yang berada di dalam kandang close house juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang.
Pupuk kandang ini digunakan untuk pertanian di wilayah Kampung Gunung Dahu. Sehingga, hal ini juga turut membantu para kelompok tani yang kesulitan mendapatkan pupuk untuk mengembangkan pertaniannya.