Begini Pengolahan dan Penanganan Cabai Segar, Cara Siasati Fluktuasi Harga di Pasaran

  • Bagikan
sumber: https://sulawesi.bisnis.com/

Mediatani – Di tengah melambungnya harga cabai akhir-akhir ini yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, permintaan dan kebutuhan masyarakat akan cabai pun terus meningkat.

Untuk menyiasati fluktuasi harga cabai ini, implementasi teknologi pascapanen berupa pengolahan dan penanganan cabai segar setidaknya harus dipelajari dan diterapkan mulai dari tingkat petani.

Menyadur, Selasa (23/3/2021) dari situs pangannews.id, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Balitbangtan, Prayudi Samsuri mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi cabai terbesar.

Hampir semua wilayah di Indonesia memiliki makanan khas yang menggunakan cabai. Sementara itu tingkat produksi cabainya sangat bergantung pada musim sehingga terjadi fluktuasi harga sering terjadi.

Selain itu, rata-rata tingkat kehilangan (losses) cabai dari panen di tingkat petani hingga ke tangan konsumen cukup tinggi, yakni antara 25-30%. Tingkat kehilangan ini, salah satunya disebabkan oleh teknik penyimpanan yang tidak tepat.

“Karena itu, teknologi penyimpanan semakin penting ke depan, karena fungsi penyimpanan untuk menurunkan losses dan mengatur distribusi,” kata Prayudi saat membuka Bimtek Pengolahan dan Penanganan Cabai Segar yang digelar BB Pascapanen pada beberapa waktu lalu.

Penanganan pascapanen yang tak kalah penting ialah berupa pengolahan cabai. Menurut Prayudi, konsumen Indonesia tak bisa dipisahkan dari cabai. Namun, preferensi konsumen Indonesia masih menyukai cabai segar.

“Ini merupakan tantangan bagaimana mengenalkan olahan cabai yang bisa dinikmati tanpa mengurangi rasa cabai yang ada. Bagaimana menghasilkan olahan cabai yang masih sama atau sedikit berbeda dengan cabai segar,” tuturnya.

Menguatkan dari penjelasan Prayudi, Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry menuturkan bahwa sesuai arahan Menteri Syahrul Yasin Limpo, Kementerian Pertanian mulai mengedepankan riset pascapanen agar bisa mendongkrak nilai tambah komoditas pertanian dan mendukung kenaikan kinerja ekspor.

“Selain melakukan riset terkait penciptaan varietas unggul dengan angka produktivitas tinggi yang memerlukan waktu lama, yaitu sekitar 3-5 tahun untuk tanaman pangan, dan untuk komoditas hortikultura seperti buah-buahan diperlukan waktu hingga 12 tahun, riset Balitbangtan kedepan juga akan lebih banyak ke hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk kita yang bisa diekspor, Jadi jangan mentahnya saja,” kata Fadjry, dikutip dari situs yang sama.

Peneliti BB Pascapanen, Dondy Anggono Setyabudi sebagai narasumber Bimtek memaparkan teknik penanganan cabai segar mulai dari panen, pengumpulan di kebun, sortasi di lapang, pengemasan di lapang, transportasi ke Packing House Operation (PHO), penanganan di PHO, hingga transportasi ke pasar.

Proses sortasi dilakukan untuk mendapatkan cabai yang segar, berkualitas dan sehat. Setelah itu lakukan pengemasan dengan wadah kardus yang memiliki lubang-lubang untuk sirkulasi udara.

“Masyarakat masih mengemas dengan kardus atau karung goni yang tidak memenuhi unsur sirkulasi udara. Jika sirkulasi udara dalam pengemasan tidak cukup maka akan terjadi panas yang sangat tinggi sehingga transpirasinya sangat cepat. Akibatnya, cabai menjadi layu dan tangkainya berwarna cokelat,” terangnya.

Penataan cabai dalam kemasan sebaiknya teratur. Selain itu, dalam satu kemasan, kapasitasnya tidak melebihi 30 kg. Untuk sistem transportasi, sebaiknya menggunakan mobil yang suhu yang bisa dikontrol dan dilaksanakan pada malam atau sore hari.

Menurut Dondy, BB Pascapanen telah mengembangkan beberapa teknologi yang murah dan mudah diaplikasikan untuk mempertahankan kesegaran cabai.

Salah satunya, formula pencegah busuk cabai yang dapat memperlambat penuaan dan pemasakan, serta menunda pelunakan cabai. Formula ini dapat mempertahankan kesegaran cabai hingga 14 hari.

Adapun teknik lain yang mudah diaplikasikan adalah teknologi ozonisasi. Metode ini mampu meluruhkan kontaminasi pestisida, bakteri, dan logam berat pada buah/sayur sehingga aman dikonsumsi bagi kesehatan.

Perlakuan ozonisasi dapat dikombinasikan dengan suhu dingin dan kelembaban. Suhu optimum untuk penyimpanan cabai antara 7°-13°C. “Pada suhu penimpanan 10°C perlakuan ozon 1 ppm dapat mempertahankan cabai tetap segar selama 2 minggu,” tuturnya.

Teknologi lainnya adalah Modified Atmosphere Storage (MAS) melalui pengaturan suhu, kelembaban dan gas untuk memperpanjang kesegaran cabai. Dengan teknologi ini, cabai yang disimpan dalam plastik kemasan ukuran 50×58 cm dengan 96 lubang pada suhu penyimpanan 10°C dan kelembaban antara 90-95 persen, tervalidasi cabai masih segar hingga 3 minggu.

“Untuk kapasitas penyimpanan yang lebih besar, teknologi MAS telah dikembangkan menjadi cool-b-box,” lanjutnya.

BB Pascapanen juga mengembangkan Teknologi Controlled Atmosphere Storage (CAS) untuk mempertahankan kesegaran cabai dengan cara mengatur suhu, kelembaban dan gas. Dengan teknologi ini, cabai yang disimpan masih segar hingga 3 minggu. (*)

  • Bagikan