Mediatani – Setelah dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi pendapatan nelayan, kini giliran cuaca ekstrem yang mempengaruhi aktifitas nelayan di Jawa Tengah. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jateng mencatatkan sebanyak 22.175 nelayan berperahu kecil yang gagal melaut akibat tingginya ombak perairan Laut Jawa dan pantai Selatan.
Dilansir dari IDN Times, Selasa (16/2/2021), beberapa dampak yang terjadi akibat cuaca ektsrem tersebut, diantaranya yaitu:
Kerusakan perahu dan rumah nelayan karena dihempas ombak tinggi
Kepala DKP Jawa Tengah, Fendiawan Tiskiantoro, mengatakan nelayan yang tidak bisa melaut saat ini kebanyakan merupakan nelayan yang memiliki perahu dengan mesin dibawah 10 tonase kotor atau gross tonnage (GT). Selama ini, mereka semua tersebar dari perairan Rembang, Tambaklorok Semarang, Demak hingga tepi pantai Selatan.
Menurutnya, dibanding kondisi tahun lalu, kondisi tahun ini jauh lebih ekstrem. Karena ombak tinggi yang muncul tahun ini, dampaknya sangat luas. Selain mengakibatkan banyak perahu nelayan yang rusak, berbagai sarana infrastruktur pelabuhan dan kampung para nelayan juga rusak diterjang ombak.
Nelayan yang punya perahu dibawah 30 GT tidak bisa melaut
Fendi menuturkan bahwa rata-rata nelayan yang masih bisa melaut hanya yang memiliki perahu bermesin diatas 30 GT. Jumlah nelayan Jawa Tengah yang memiliki mesin seperti itu hanya sekitar 874 orang.
Sedangkan, nelayan yang memiliki perahu dengan mesin 10-30 GT ada sebanyak 3.339 orang dan nelayan yang memiliki perahu bermesin dibawah 10 GT ada sebanyak 22.175 nelayan.
“Memang para nelayan sudah terbiasa dengan kondisi (cuaca ekstrem) ini. Tapi ketika pandemik melanda seluruh wilayah dan ada gelombang tinggi bikin kondisinya tambah buruk,” ungkapnya.
Menurutnya, satu-satunya cara yang harus mereka lakukan, menunggu hingga kondisi cuaca benar-benar normal. Jika mereka nekat melaut, biasanya nelayan tersebut hanya bertahan setengah hari saja.
Harga ikan laut naik
Akibat kurangnya nelayan yang melaut itu, saat ini pasokan ikan merosot hingga 30-40 persen. Imbasnya, berbagai macam ikan laut mengalami kenaikan harga yang tinggi. Bahkan, Fendi menyebut harga ikan kembung bisa mencapai Rp30 ribu per kilogram.
“Harga ikan rata-rata sekarang naik 20 persen. Soalnya semua tangkapan nelayan juga turun drastis. Ini jadi persoalan karena perubahan cuaca yang sulit diprediksi,” terangnya.
Pemerintah kucurkan dana bantuan
Untuk membantu perekonomian para nelayan yang kekurangan pendapatan itu, pihaknya pada tahun 2021 akan memberikan bantuan melalui program Asuransi Nelayan. Dana yang akan dikucurkan untuk para nelayan mencapai Rp1,5 miliar.
Nantinya, setiap nelayan akan memperoleh bantuan uang tunai Rp175 ribu. Fendi mengatakan bantuan dari Asuransi Nelayan ini diberikan kepada 20 ribu nelayan yang tersebar di 24 kabupaten kota, dimana setiap daerah terdapat 20-100 nelayan.
“Preminya atau bantuannya Rp175 ribu per orang. Program ini kan sudah berjalan sejak 2019, tapi terhenti di tahun kemarin karena ada pandemik lalu baru bisa kita cairkan lagi tahun ini,” pungkas Fendi.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono mengatakan bahwa sebagian nelayan di pesisir selatan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mulai melaut setelah libur selama beberapa pekan akibat cuaca ekstrem.
“Mungkin sekitar 30-40 persen nelayan sudah mulai melaut,” ungkap Sarjono, dilansir dari Antara, Rabu, (17/2).
Menurutnya, hal itu disebabkan karena beberapa nelayan yang mencoba berangkat melaut memperoleh hasil tangkapan yang tergolong bagus, sehingga nelayan lainnya juga yakin bisa ikut melaut.
Sarjono menyebutkan, ikan hasil tangkapan nelayan tersebut berupa ikan layur dan sebagian dari nelayan itu bisa membawa sebanyak 200 kilogram. Namun, bagi nelayan yang tidak beruntung, mereka hanya membawa hasil tangkapan 30-50 kilogram ikan layur.
“Tergantung pada posisinya. Kalau posisinya (lokasi saat menebar jaring) tidak tepat, otomatis hasilnya berkurang,” ungkapnya.