Mediatani – Inovasi pada budidaya perikanan terus dilakukan masyarakat guna mendorong hasil produksi di sektor kelautan dan perikanan dalam negeri. Seperti yang diterapkan oleh masyarakat di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur yang membudidayakan udang vannamei dengan menggunakan media kolam terpal dengan ras media air laut buatan atau biasa disebut Bumi Kraksaan.
Metode Bumi Kraksaan ini merupakan hasil inovasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo yang kemudian diterapkan oleh kelompok pembudidaya di Desa Klaseman, Kecamatan Gending. Penerapan metode tersebut berkat inisiatif dari Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo Andi Suryanto Wibowo, inovasi Bumi Kraksaan diterapkan oleh.
“Alhamdulillah budidaya udang vannamei dengan teknik Bumi Kraksaan itu sudah diadopsi oleh masyarakat Desa Klaseman dengan memanfaatkan 12 kolam terpal,” ujar Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Probolinggo Wahid Noor Azis di kabupaten setempat, Kamis (11/2/2021), dilansir dari Antara.
Benih udang yang ditebar pada setiap kolam budidaya ada sebanyak 5.800 ekor, sehingga total benih yang ditebar untuk 12 kolam ada sebanyak 69.600 ekor. Pada 10 Februari 2021, dengan masa pemeliharaan udang vannamei yang sudah memasuki hari ke-50, bobot udang telah mencapai 5 gram per ekor.
“Artinya bisa dikatakan ukuran 200 yang berarti 200 ekor per kilogram, sehingga harapannya nanti panen pada ukuran 60-70,” ujar Wahid.
Biasanya, tambah Wahid, udang yang berukuran 100-200 akan dipanen parsial dengan memilih yang berukuran paling besar. Udang ukuran seperti itu dipanen untuk digunakan sebagai umpan hidup bagi para pemancing.
Pasalnya, udang yang digunakan untuk umpan pancing itu hargany lebih mahal, yakni berkisar antara Rp65 ribu hingga Rp70 ribu per kilogram. Sementara itu, udang yang dipanen untuk dikonsumsi yakni ukuran 60-70 ekor, harganya Rp30 ribu hingga Rp35 ribu per kilogram.
“Harapannya output budidaya vaname ini lebih kepada perdagangan untuk umpan hidup bagi pemancing karena kalau di kolam terpal lebih mudah untuk menjaringnya jika dibandingkan dengan tambak,” terangnya.
Wahid menuturkan, penerapan teknik Bumi Kraksaan pada budidaya udang vannamei itu membuktikan bahwa udang itu tidak hanya bisa dibudidayakan para petambak di wilayah pantai, namun juga bisa dilakukan oleh para petambak yang jauh dari wilayah pantai.
Lebih lanjut Wahid menjelaskan, inovasi budidaya udang yang menggunakan air laut buatan itu dilakukan dengan menggunakan air sumur yang ditambahkan garam krosok hingga setara dengan salinitas air laut yaitu 15 ppm. Sebab, salinitas standar hidup udang vannamei itu adalah 15-25 ppm.
Untuk diketahui, garam krosok alias garam asli ini adalah garam mentah yang belum diolah. Garam krosok ini harus diproses lebih lanjut untuk menjadi garam dapur yang dapat dikonsumsi.
Umumnya, tekstur garam kasar ini berbentuk seperti kerikil dan memiliki permukaan yang kasar. Selain itu, krosok cenderung berair. Hal ini disebabkan karena garam kasar mentah ini memiliki kandungan air / H2O yang terbilang tinggi (Biasa nya di atas 10%).
Wahid mengatakan, inovasi Bumi Kraksaan ini cocok diadopsi oleh masyarakat untuk meningkatkan penghasilan, terutama di masa pandemi Covid-19 seperti ini. Pasalnya, budidaya udang vannamei ini menghasilkan keuntungan lebih besar dibanding yang lain.
Selain itu, teknik Bumi Kraksaan yang diterapkan ini mampu membuat warga untuk membudidayakan udang vaname di lokasi yang jauh dari pantai karena menggunakan air laut buatan.
“Harapannya inovasi Bumi Kraksaan itu dapat terus berkembang, sehingga masyarakat lebih paham cara budi daya udang vannamei yang dibudidayakan di luar tambak dan keuntungannya lebih menjanjikan,” pungkasnya.