Mediatani – Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini tengah gencar meningkatkan nilai jual pangan lokal dengan mengembangkannya menjadi berbagai produk olahan guna menggairahkan sektor perekonomian masyarakat pedesaan dan nasional.
Salah satu pangan lokal yang dapat diolah menjadi beragam produk bernilai jual tinggi adalah singkong. Dengan penanganan aspek hilir yang inovatif, singkong dapat naik kelas menjadi pangan yang dikonsumsi di perhotelan atau masyarakat kelas atas bahkan diekspor.
Karena itu, Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani secara daring untuk mengedukasi dan menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang hilirisasi produk olahan singkong.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan upaya nyata Kementan untuk meningkatkan semangat petani singkong.
Hal ini juga sesuai dengan strategi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam Cara Bertindak 2 (CB2) terkait diversifikasi produksi dan pangan lokal seperti jagung, ubi jalar, ketela, porang, singkong, talas, sagu dan lainnya yang diolah sebagai pangan alternatif selain nasi.
“Produk olahan singkong yang diproduksi seperti tepung mocaf di kampung singkong Salatiga adalah hotspot yang sebenarnya masih bisa kita kembangkan lagi dalam banyak hal,” ungkap kata Suwandi dalam webinar, Sabtu (22/1/2022).
Menurutnya petani singkong harus dilindungi dengan berbagai kebijakan terkait harga atau lainnya. Hal ini dilakukan agar singkong bisa lebih naik kelas dan menjadi makanan yang dapat dinikmati kaum milenial.
Peneliti sekaligus penemu singkong Gajah, Prof. Ristono menjelaskan bahwa singkong temuannya itu sedikitnya dapat menjawab 3 masalah terbesar yang terjadi dunia saat ini, yakni mulai dari masalah pangan, energi dan kesehatan.
Sebagai pangan, singkong Gajah dapat diolah menjadi berbagai produk termasuk tepung mocaf yang sangat layak digunakan sebagai pengganti tepung gandum yang ada selama ini.
Untuk energi, tambah Prof. Ristono, olahan singkong menjadi tepung kanji dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket batu bara (biobriket). Dan untuk kesehatan, flanovoid yang terkandung di Singkong Gajah dapat menyembuhkan penyakit kanker.
“Bahkan sisa dari proses produksi ini dapat digunakan sebagai media tanam sehingga nyaris tanpa limbah,” jelasnya.
Sementara itu, Owner the Oyek Food, Sumedi Sastrawiharja mengungkapkan bahwa hasil olahan singkong menjadi oyek juga termasuk alternatif makanan sehat.
Pembuatan oyek atau tiwul ini menggunakan bahan baku berupa tepung Krekel, memiliki keunggulan antara lain gluten free, murah, tanpa bahan pengawet, indeks glikemiks rendah, menggunakan bahan lokal, menjaga kearifan budaya lokal dan diet friendly.
Menurutnya, untuk menggaet minat kaum milenial, kemasan yang digunakannya dibuat dengan model kekinian. Dengan inovasi tersebut, ia berharap dapat menarik minat kaum milenial untuk mengkonsumsi oyek, sehingga oyek tidak akan punah.
“Oyek itu bagus untuk berbagai kalangan, baik lansia, pelaku diet, penderita diabetes, dan masyarakat yang sadar kesehatan,” pinta Sumedi.
Lain halnya dengan FX Subeno, Owner Mie Reshik Cap Dokar yang mengolah singkong menjadi mie lethek. Mi lethek dikenal sebagai salah satu makanan khas Bantul yang berbahan dasar tepung tapioka dan singkong.
“Dan pada tahun 2017 mi lethek menjadi familiar setelah Obama menyantap makanan ini,” katanya.
Subeno menuturkan Mie reshik hadir sebagai produsen lokal produk mie sehat alami yang berdaya saing global. Kandungan zat – zat dalam singkong jauh lebih baik daripada terigu. Pembuatan mie menggunakan bahan alami tanpa campuran bahan kimia seperti pewarna dan pengawet.
“Produk kami mengutamakan mutu bahan dan alat produksi dalam menunjang kualitas produk. Kami selalu melakukan inovasi untuk berkembang,” terangnya.