Mediatani – Daniel (13), seorang siswa kelas I SMP atau kelas VII di Klaten, Jawa Tengah, memilih untuk mengisi waktu luangnya dengan berjualan ikan hias. Hal itu dilakukannya setelah masa pandemi membuat semua sekolah memberlakukan sistem belajar secara daring. Daniel pun mengaku tidak malu menjalankan pekerjaannya tersebut.
“Nggak malu, ya nggak apa-apa jualan. Diajarkan bapak untuk mandiri, tidak dipaksa dan ini mau saya sendiri,” ungkap Daniel, dilansir dari Detikcom, Selasa (29/6/2021) siang.
Daniel mengungkapkan bahwa dirinya sudah berjualan ikan hias sejak tahun 2020, setelah pandemi melanda dan sekolah berlangsung secara daring. Selain mengisi waktu luang, pekerjaan tersebut juga dilakukannya untuk membeli kebutuhan makan keluarganya.
“Jualan sejak awal ada COVID. Ya bantu orang tua buat nambah uang makan sehari-hari, soalnya ibu sudah meninggal,” tutur Daniel.
Anak laki-laki yang tinggal di Kampung Tegal Sepur, Kalurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah ini menceritakan bahwa dirinya memilih berjualan ikan hias karena hobinya sejak kecil adalah memancing ikan.
Menurutnya, dibanding memancing di saat sekolah masih melarang pertemuan tatap muka, dirinya lebih memilih untuk menjalankan idenya untuk berjualan ikan hias.
“Bapak jualan juga, tapi makanan keliling,” ungkap Daniel yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Dari niat untuk berjualan ikan hias itu, lanjut Daniel, ayahnya membantu mencarikan ikan berbagai ikan hias di Kecamatan Trucuk. Daniel kemudian menjual ikan-ikan itu di Jalan Pramuka, Klaten.
“Jualan cuma di sini (jalan Pramuka) tidak keliling,” kata Daniel.
Daniel juga mengatakan bahwa setiap harinya ia berjualan mulai dari jam 09.00-14.00 WIB. Harga ikan-ikan yang dijualnya itu cukup bervariasi tergantung dari jenis dan ukurannya, ada yang seharga Rp 5.000 dan ada juga yang Rp 15.000 per ekornya.
“Dalam sehari kadang dapat Rp 50.000- Rp 200.000 dan yang sering beli mbak-mbak dan mas-mas,’” paparnya.
Meskipun banyak teman kampung dan sekolahnya yang tahu tentang aktivitasnya, Daniel mengaku tidak malu berjualan ikan hias. Bahkan, guru yang mengajarnya saat kelas VI SD sering lewat di lokasi jualannya dan menyapanya.
“Teman-teman sekolah dulu saat SD sering main ke sini. Bu guru kadang menyapa kalau lewat manggil saya,” ungkap Daniel.
Menurut Daniel, meski nantinya sekolah sudah mewajibkan untuk masuk, dia akan tetap berjualan. Namun, pekerjaan tersebut akan dia lakukan setelah pulang dari sekolah.
“Kalau sekolah ya sekolah, nanti kalau pulang jualan lagi. Saya pengin segera sekolah, ketemu teman baru di SMP,” pungkas Daniel.
Untuk membawa dan pergi berjualan, Daniel menggunakan sepeda ontel butut. Sepeda yang telah karatan itu diparkir di tepi jalan ke arah stasiun. Sementera ikan-ikan hias yang dijualnya dipajangnya di rak bertingkat. Ada beberapa jenis ikan hias yang dijualnya, untuk ikan cupang dijual beserta botolnya, sedangkan ikan hias lainnya dibungkus dengan plastik.
Ayah Daniel, Subandrio (41), membenarkan bahwa anaknya memang mulai berjualan ikan hias sejak pandemi. Menurutnya, hal itu bagus dilakukan Daniel untuk mengisi waktu luangnya.
“Dari pada main, atau sama tetangga ribut mending jualan. Saya juga jualan tapi kadang ikut parkir, awalnya dia bantu tapi sekarang jualan sendiri,” ujar Subandrio yang berjualan di parkiran depan klinik Polres.
Meskipun berjualan, tambah Subandrio, anaknya tetap bersekolah secara daring dan saat ini telah masuk kelas I SMP. Uang hasil jualan ikan itu juga digunakan Daniel untuk biaya sekolah.
“Uang hasil jualan ikan ya untuk nyicil uang sekolah yang nunggak-nunggak karena jualan saya juga sepi selama pandemi,” pungkasnya.