Mediatani – Udang beku asal Cilacap berhasil menjangkau pasar Jepang. Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Yogyakarta mengungkapkan bahwa produk perikanan yang sebanyak 18.049,47 Kg dengan nilai USD 233.240,88 itu dikirim ke negeri sakura pada Rabu, (3/3/2021).
“Alhamdulillah, verifikasi lapangan pada ekspor udang beku (Frozen Shrimp) dengan tujuan negara Jepang yang berlangsung kemaren berjalan lancar,” kata Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Yogyakarta, Hafit, Kamis (5/3/2021).
Hafit menyebutkan, ekspor produk udang beku ini dilakukan oleh Unit Pengolahan Ikan (UPI) PT. Toxindo Prima, yaitu salah satu pelaku usaha perikanan yang beralamat di Jalan Lingkar Timur No. 5 Tegalkamulyan Cilacap, Kabupaten Cilacap. Perusahaan tersebut merupakan wilayah satuan kerja dari Stasiun KIPM Yogyakarta.
Hafit juga mengatakan, bahan baku udang beku ini terdiri dari udang budidaya dan udang laut yang berasal dari wilayah Cilacap, purworejo dan Kebumen.
“Semuanya melalui penerapan proses Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang dilakukan rutin melalui survailance penerapan HACCP secara berkala oleh tim Inspektur Mutu Stasiun KIPM Yogyakarta,” urainya.
Hafit memastikan ke depannya jajarannya akan selalu membuka diri dan siap jemput bola agar pelaku usaha tetap bisa melakukan kegiatan ekspor.
“Kita akan terus berkolaborasi dan bersinergi untuk meningkatkan ekspor komoditas perikanan, khususnya dari Yogyakarta,” tandasnya.
Sebagai informasi, di bawah kepemimpinan Menteri Wahyu Sakti Trenggono, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan fokus mendorong ekspor berbagai komoditas yang bernilai ekonomi tinggi seperti udang, lobster dan rumput laut. Komoditas udang sendiri pada tahun lalu memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi, yakni mencapai 239.227 ton dengan nilai USD2,04 miliar.
Bahkan, Menteri Trenggono menargetkan akan meningkatkan volume ekspor udang menjadi 3 kali lipat atau lebih dari 250% hingga tahun 2024. Adapun negara yang menjadi sasaran ekspor komoditas ini diutamakan ke Amerika Serikat (AS) hingga China.
Untuk mewujudkan peningkatan produksi dan ekspor udang, lanjut Menteri Trenggono, KKP akan melakukan pengembangan shrimp estate di Aceh. Program shrimp estate yang ditargetkan itu memiliki sistem budidaya dengan skala intensif, dengan target produksi sebesar 40 ton per hektare per tahun.
“KKP akan memfasilitasi pengembangan shrimp estate yakni sistem budidaya dengan skala intensif,dengan target produksi berkisar 40 ton per hektare dalam setahun,” kata Menteri Trenggono.
Selain udang, KKP juga akan melakukan korporasi budidaya untuk mengembangkan komoditas lobster. Dia berharap korporasi budidaya lobster dapat memberi dampak yang menyentuh masyarakat. Salah satu strategi yang akan dilaksanakan adalah membuat suatu model kawasan budidaya lobster.
Selain itu, KKP mencatat komoditas rumput laut juga memiliki nilai ekspor yang tinggi. Indonesia telah menjadi produsen rumput laut terbesar kedua setelah China, dengan volume ekspor 2020 sebesar 195.574 ton dengan nilai mencapai US$279,58 juta.
Untuk itu, Menteri Trenggono terus mengupayakan pembinaan dan sosialisasi kepada masyarakat dengan menggalakkan penggunaan bibit kultur jaringan, pembangunan kebun bibit, penyaluran penjemuran rumput laut, dan penyediaan gudang rumput laut yang menerapkan Sistem Resi Gudang.
Sementara dari aspek hilir, lanjutnya, pihaknya akan membangun pabrik pengolahan rumput laut, sehingga dapat mendorong produksi dan ekspor produk turunan rumput laut.
Menteri Trenggono juga menjelaskan tentang pengembangan kampung budidaya dengan konsep Corporate Farming. Kampung perikanan budidaya yang dimaksud ini akan mensinergikan berbagai potensi untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha perikanan budidaya, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah.
Beberapa yang dikembangkan adalah kampung bioflok lele, kampung bioflok nila, kampung kerapu, kampung kakap putih, kampung lobster, kampung rumput laut, kampung patin, kampung lobster dan kampung ikan hias.