Mediatani – Sebuah Gunung yang terletak di Kelurahan Leang-leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros saat ini tengah hangat diperbincangkan. Gunung Abbo namanya.
Destinasi berlokasi di Sulawesi Selatan ini terbilang misterius.
Apalagi, baru-baru ini menjadi trending topik karena hilagnya seorang pendaki perempuan di sana.
Beruntung, pendaki itu pun berhasil ditemukan dalam kondisi hidup meski terserang dehidrasi.
Simak! Begini kisah selengkapnya.
Melansir dari Detik.com, Gunung Abbo tempat seorang pendaki bernama Eva hilang selama 3 hari. Gunung ini memang dikenal memiliki kisah mistis yang kuat.
“Pembicaraan masyarakat, di situ mistisnya sangat kuat, begitu,” ungkap Komandan Tim Basarnas Makassar Dadang Tarkas, dikutip, Jumat (11/6/2021), dari Detik.com.
Gunung Abbo yang terletak di Kampung Abbo itu masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Menurut kisah dari warga lokal, di sana ada kerajaan kera yang dipimpin Raja Toakala atau I Marakondang.
Sosok kera ini pun dikisahkan memiliki tubuh tinggi besar, berbulu putih, dan pintar berbicara layaknya manusia. Kera-kera ini masih bisa dilihat hingga kini yakni macaca maura, kera cerdik tak berekor.
“Di Kampung Abbo itu ada beberapa reruntuhan batu yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Toakala. Selain itu, ada juga batu berbentuk ranjang yang konon itu tempat tidur I Marakondang,” kata seorang budayawan Maros, Lory Hendrajaya, beberapa waktu lalu.
Toakala yang sangat senang berburu ini, pada suatu hari, berangkat ke hutan mencari rusa. Namun, saat di perjalanan, tepatnya di telaga Kassi Kebo, yang berada di atas air terjun Bantimurung, ia tak sengaja melihat seorang wanita yang sangat cantik tengah mandi di danau itu.
Wanita cantik itu rupanya seorang putri dari Kerajaan Pattiro bernama I Bissu Daeng. Sosoknya, putri ini memiliki kulit putih dengan rambut yang sangat panjang.
Bahkan, untuk mengurai rambut panjangnya itu, dibutuhkan tujuh tiang jemuran. Hal itulah yang membuat Toakala mabuk cinta kepadanya.
Sepulang dari berburu ini, Toakala mengirim utusannya ke Kerajaan Pattiro dengan maksud meminang. Namun perasaan cintanya berubah menjadi kemurkaan, saat pihak Pattiro menolak dan bahkan mengolok-olok dirinya, tidak pantas memperistrikan Bissu Daeng yang jelita lantaran ia hanya seekor kera.
Ia pun akhirnya menculik Bissu Daeng ke kerajaannya. Namun, tidak berselang lama, Bissu Daeng diselamatkan oleh seekor ular sanca besar dan membawanya pulang ke Pattiro.
Toakala pun kembali murka dan memerintahkan seluruh rakyatnya untuk bersiap menyerang Kerajaan Pattiro.
“Nama Pattiro itu adalah salah satu dusun di Desa Labuaja. Jaraknya dengan Abbo mungkin ada sekitar 10 km kalau kita tidak lewat jalan umum. Di Dusun Pattiro itu juga ada beberapa reruntuhan batu yang diyakini bekas kerajaan. Selain itu, ada batu seperti ular melilit, konon itu ular sanca yang selamatkan putri,” terang Lory.
Mendapat kabar akan diserang, nyali Raja Pattiro ciut dan mengatur siasat jahat. Ia mengutus panglimanya untuk bertemu dengan Raja Toakala.
Ia berpesan agar Toakala datang melamar secara baik-baik dengan syarat, seluruh rakyatnya harus ikut tanpa terkecuali.
“Karena cintanya kepada Bissu Daeng, amarah Toakala pun luluh dan mengiyakan permintaan itu. Ia pun mengerahkan seluruh rakyat dan pasukannya datang ke Pattiro untuk melamar gadis pujaannya itu,” sambung Lory.
Sebelumnya, Raja Pattiro sudah menyiapkan sebuah ruangan besar yang terbuat dari jerami yang direkatkan getah pinus. Saat rombongan datang, mereka pun disambut dengan kenduri oleh Raja Pattiro di dalam ruangan besar itu. Toakala dan rakyatnya sama sekali tak sadar bahwa semua itu hanya jebakan belaka.
Belum usai menyantap makanan kenduri, ruangan besar itu sengaja dibakar oleh pasukan Pattiro dari luar hingga seluruh rakyat Toakala terpanggang oleh api. Karena Toakala memiliki kesaktian, ia bersama satu ekor kera betina hitam yang tengah hamil berhasil lolos dari kobaran api itu.
Sembari berlari masuk hutan, kera hitam yang lolos itu menyeka api yang membakar hangus ekor dan pantatnya. Kera itulah yang kemudian beranak pinak menjadi Macaca maura. Sedangkan Toakala yang telah marah sekaligus merasa bersalah memilih mengasingkan diri.
“Kalau dalam cerita ini, itulah penyebabnya Macaca maura tidak memiliki ekor dan pantatnya tidak berbulu. Dikisahkan, Toakala akhirnya menyepi ke dalam gua. Nah makanya ada nama gua di Bantimurung itu gua Toakala, konon itu tempat bertapanya,” tutur Lory.
Setelah peristiwa nahas itu, Bissu Daeng diliputi rasa bersalah. Ia menganggap kecantikannya menjadi malapetaka besar. Ia pun mengutuk seluruh keturunannya tidak lagi berwajah cantik seperti dirinya.
Kutukan inilah yang menjadi mitos di dusun Pattiro, jika ada wanita yang lahir cantik, ia tidak akan berumur panjang. (*)