MediataniĀ – Sekilas tidak ada yang berbeda, Masjid KH. Ahmad Dahlan Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Malang, Jawa Timur ini tampak seperti masjid-masjid pada umumnya.
Masjid dengan nuansa cat berwarna putih dipadukan dengan biru ini ternyata punya keunikan tersendiri yaitu menggunakan energi terbarukan pada instalasi listriknya. Hal inilah yang menjadikannya sebagai satu-satunya masjid di Malang Raya yang memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) alias Solar Cell.
Ketua Takmir Masjid KH. Ahmad Dahlan, Sugiyanto menjelaskan bahwa PLTS itu sudah dipasang sejak Agustus 2021. Pemanfaatan tenaga surya ini diinisiasi oleh salah satu warga setempat yang berprofesi sebagai dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Novendra Setiawan.
“Memang PLTS yang kita punya belum 100 persen memenuhi kebutuhan listrik masjid. Tapi paling tidak dengan PLTS ini kita bisa menghemat penggunaan listrik PLN sekitar 30 persen,” ungkap Sugiyanto dilansir dari lamanĀ kompas.com.
Untuk mengkonversi tenaga surya menjadi listrik, masjid ini membutuhkan 8 panel agar kebutuhan listrik masjid bisa 100 persen terpenuhi. Sedangkan masjid berlantai 3 ini baru memiliki 4 panel.
Empat panel yang masing-masing berukuran sekitar 1,5 x 1 m ini dipasang di sekitar kubah utama masjid yang letaknya di atap lantai tiga. Panel tersebut diatur berjejer di atas penyangga aluminium.
Panel berfungsi untuk menyerap sinar matahari, setelah itu dikirim ke baterai untuk menyimpan daya listrik. Kemudian, energi listrik akan dialirkan ke inverter.
Inverter berfungsi untuk menghasilkan daya yang bisa dikonsumsi oleh beban-beban listrik. Dari inverter ini energi listrik DC dari panel-panel surya menjadi AC untuk menyuplai ke arah beban peralatan listrik.
Untuk memaksimalkan kinerjanya, masjid ini memanfaatkan Solar cell ketika siang hari seperti azan dan taman pendidikan Al-qur’an yang dinilai hanya menggunakan sekitar 800 watt dan sesuai dengan kinerja 4 panel yang dimiliki.
Sementara pada malam hari, pengurus masjid tetap menggunakan PLN sebab belum mampu memenuhi kebutuhan listrik yang bebannya cukup berat. Terlebih lagi masjid ini menggunakan AC untuk kenyamanan beribadah para jamaah.
Selama satu tahun terpasang, menurut Sugiyanto, instalasi solar cell itu tidak membutuhkan perawatan-perawatan berarti. Mungkin hanya butuh dibersihkan di area baterai, dan mengencangkan baut-baut apabila terlihat longgar.
Ketika memasuki tahun kedua pemakaian, baterainya butuh perbaikan berkala. Perbaikan akan dilakukan oleh teknisi pabrikan atau pihak yang memasang perangkat tenaga surya itu, yaitu tim dari UMM.
“Dulu, untuk memasang Solar Cell ini butuh dana sekitar Rp 20 juta per 4 panel. Jadi kalau butuh sekitar 8 panel lagi, kami butuh dana sekitar Rp 40 juta lagi,” ungkapnya.
Pemasangan Solar Cell ini didapatkan secara gratis melalui Program kampus yang diinisiasi juga oleh Novendra Setiawan. Proses pemasangannya pun tidak butuh waktu lama, yaitu sekitar empat hari saja, dan dalam satu hari sudah bisa difungsikan untuk menambah daya listrik masjid.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun Perumahan Griya Permata Alam itu berharap agar pembangkit daya listrik Solar Cell itu bisa menginspirasi masjid-masjid lain. Hal ini karena alat tersebut sangat hemat dan efektif.
“Masjid-masjid yang saldonya mencapai puluhan juta, pasti akan sangat bermanfaat jika dipergunakan untuk membeli PLTS,” tuturnya. “PLTS ini selalu bisa dimanfaatkan dalam kondisi cuaca apapun di Indonesia. Tidak harus musim kamarau, musim hujan dan malam hari pun tetap bisa menyerap tenaga surya,” sambung Sugiyanto.