Mediatani – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kabupaten Malang mengklaim kesehatan hewan ternak di wilayahnya sejauh ini aman dan terbebas dari penyakit berbahaya.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang, Nurcahyo, sebagaimana dilansir dari situs berita Suryamalang.com, Rabu, (6/1/20210).
Dia menuturkan, masyarakat diminta tidak khawatir mengonsumsi daging hewan ternak karena sejauh ini tidak ada wabah penyakit yang berbahaya.
“Kabupaten Malang pada tahun 2020 tidak ada wabah penyakit ternak. Seperti avian influenza maupun katarak tidak ada,” kata, Nurcahyo, Rabu (6/1/2021).
Menurutnya, terbebasnya Kabupaten Malang dari wabah penyakit ternak dikarenakan pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan juga terus memberikan pelayanan kepada peternakan-peternakan yang fokusnya terhadap kesehatan hewan ternaknya.
“Kami dari Dinas Peternakan memberikan pelayanan terus seperti dikasih vitamin, kalau ada gejala, peternak langsung komunikasi dengan petugas jadi segera diobati untuk vitamin avian influenza,” ujar dia.
Sejauh ini, lanjut dia, pihaknya rutin memberikan tindakan-tindakan pencegahan sehingga mampu meredam wabah.
“Di 15 kecamatan rutin kami lakukan preventif, pengobatan massal, seperti halnya di Singosari, Lawang, diberikan vitamin hewan,” ungkapnya.
Pada pemberian vitaminnya, dikatakannya, diberikan melalui APBD Kabupaten Malang tahun anggaran 2020.
“Untuk pelayanan kita nggak bisa satu tahun menyeluruh. Ada insiden-insiden untuk kegiatan preventif dan kuratif. Begitu ada yang sakit kita obati tapi sebelumnya kita sudah preventif,” kata dia menjelaskan.
Berdasarkan data yang diperolehnya, tercatat 200 ribu peternak sapi yang resmi terdata oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang.
Dia memperkirakan, kebutuhan daging sapi pada tahun 2021 akan tercukupi.
Dari jumlah persediaannya hingga saat ini sebanyak 243.000 ekor sapi potong.
“Tidak semua hewan ternak disuplai vitamin. Kami dalam setahun tidak bisa mengcover populasi ternak secara keseluruhan. Tapi kita memiliki daerah-daerah yang perlu dilakukan tahapan preventif,” ujarnya.
Di sisi lain, diberitakan sebelumnya, Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) mengatakan harga sapi bakalan melonjak. Kenaikan harga tersebut kata Gapuspindo telah terjadi sejak bulan Agustus 2020 lalu.
Apalagi, harga sapi bakalan asal Australia saat ini telah mencapai 3,7 dollar AS per kilogram (kg) dari sebelumnya 3 dollar AS per kg.
“Artinya landing cost sudah mencapai Rp 52.000 per kg berat hidup,” ujar Direktur Eksekutif Gapuspindo Joni Liano seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa, (5/1/2021).
Kenaikan itu lanjutnya, memiliki dampak yang besar bagi biaya produksi pengusaha peternak sapi potong. Pasalnya harga sapi bakalan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi selain pakan dan kurs dollar.
Selain itu, dirinya mengakui beberapa faktor lain yang menjadi penyebab naiknya harga sapi bakalan ialah peternak Australia melakukan repopulasi untuk memenuhi permintaan.
“Banyak permintaan dari Vietnam dan Cina, demand dalam negeri Australia meningkat,” terang Joni.
Dia menuturkan, saat ini harga daging sapi di Indonesia juga mengalami kenaikan. Harga daging sapi berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) terpantau sebesar Rp 122.200 per kg.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah serius menanggapi keluhan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) terkait potensi lonjakan harga daging sapi.
Dikutip dari Tribunnews.com, Rabu, (6/1/2021), Menurut dia, Hal ini disebabkan lantaran harga sapi merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi selain pakan dan kurs dollar.
“Selama ini pemenuhan kebutuhan daging kita berasal dari daging sapi impor Australia, sehingga harga sangat dipengaruhi kurs dollar terhadap rupiah,” kata LaNyalla dalam keterangan resminya, Rabu (6/1/2021).
Oleh karena itu, LaNyalla menyarankan kepada pemerintah agar berupaya mendorong masyarakat mengembangkan ternak sapi potong untuk memenuhi konsumsi daging lokal.
“Saya kira sudah saatnya pemerintah memfasilitasi dan mendorong masyarakat mengembangkan ternak sapi lokal untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri,” saran LaNyalla. (*)